Apa Itu Burnout Work? Fase, Penyebab, & 5 Cara Mengatasinya

Burnout work adalah kelelahan secara secara kronis akibat bekerja. Fasenya meliputi honeymoon phase, stagnasi, frustrasi, hingga intervensi.

KantorKu HRIS
Ditulis oleh
KantorKu HRIS • 27 November 2025
Key Takeaways
Burnout work adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental akibat tekanan atau stres kronis di tempat kerja.
Tanda burnout meliputi kelelahan ekstrem, penurunan produktivitas, sikap sinis terhadap pekerjaan, dan berkurangnya motivasi.
Penyebab utama termasuk beban kerja berlebihan, kurangnya kontrol, tekanan tenggat waktu, dan kurangnya dukungan di tempat kerja.
Strategi pencegahan burnout meliputi manajemen waktu, menetapkan batasan, mencari dukungan sosial, dan melakukan aktivitas relaksasi.
Mengatasi burnout secara dini dapat meningkatkan kesejahteraan mental, produktivitas, dan kepuasan kerja jangka panjang.

Burnout work adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional yang muncul akibat tekanan pekerjaan berkepanjangan tanpa pemulihan yang memadai. Kondisi ini tidak sekadar merasa lelah biasa, tetapi sudah mengganggu motivasi, produktivitas, bahkan kualitas hidup seseorang.

Dalam banyak kasus nyata, burnout terlihat melalui perubahan perilaku, karyawan yang sebelumnya antusias menjadi mudah marah, sulit fokus, sering menunda pekerjaan, atau merasa hampa setiap kali memulai tugas. Beberapa bahkan mengalami gejala fisik seperti sakit kepala berulang, insomnia, dan turunnya imunitas.

Salah satu kesulitan yang umum terjadi adalah ketidakmampuan mengenali tanda awal burnout, banyak orang mengira mereka hanya butuh libur sebentar, padahal akar masalahnya lebih dalam.

Kesalahan lainnya adalah memaksakan diri untuk terus bekerja meskipun sudah tidak mampu, mengabaikan kebutuhan diri, dan enggan meminta bantuan karena takut dinilai tidak kompeten.

Jika Anda merasa kelelahan yang berkepanjangan, kehilangan motivasi, dan mulai tidak peduli pada pekerjaan yang dulu Anda sukai, mungkin fenomena ini sedang terjadi pada Anda.

Temukan penjelasan lengkap tentang apa itu burnout work, tanda-tandanya, penyebab, serta cara mengatasinya dengan membaca artikel ini sampai akhir.

Apa Itu Burnout Work?

Burnout work
Ilustrasi Burnout di Tempat Kerja

Burnout work adalah sindrom yang dihasilkan dari stres kronis di tempat kerja yang belum berhasil dikelola. World Health Organization (WHO) secara spesifik mengkategorikannya hanya dalam konteks pekerjaan, dan ditandai oleh tiga dimensi utama.

  • Perasaan Kehabisan Energi atau Kelelahan (Energy Depletion or Exhaustion): Kelelahan fisik dan mental yang berkepanjangan.
  • Peningkatan Jarak Mental dari Pekerjaan (Increased Mental Distance from One’s Job): Perasaan negatif atau sinis terkait pekerjaan.
  • Penurunan Efektivitas Profesional (Reduced Professional Efficacy): Penurunan kemampuan dan pencapaian dalam pekerjaan.

Dalam sebuah artikel di Cal Alumni Association, menyebut bahwa salah satu dari enam area ketidak‐cocokan antara pekerja dan lingkungan kerja adalah workload dan control.

Perbedaan Burnout Work dengan Stres

Burnout work adalah kondisi yang sering kali dianggap sama dengan stres biasa. Padahal, keduanya memiliki perbedaan mendasar, terutama bagi Anda sebagai HRD atau pemilik usaha dalam menentukan langkah penanganan.

Stres kerja (work stress) adalah respons alami tubuh terhadap tekanan pekerjaan. Respons ini umumnya bersifat akut dan dapat memicu peningkatan energi untuk menghadapi tantangan. Contohnya, saat menghadapi deadline yang ketat, stres dapat mendorong karyawan menyelesaikan tugas.

Sementara itu, burnout work adalah fase lanjutan dari stres kerja yang tidak tertangani, menjadikannya kondisi kronis. Jika stres ditandai dengan terlalu banyak keterlibatan dan urgensi, burnout justru ditandai dengan ketidakpedulian dan keputusasaan.

Berikut perbedaan burnout work yang wajib Anda ketahui:

Aspek Burnout Work Stres
Definisi Kelelahan fisik, mental, dan emosional akibat tekanan kerja kronis Respons tubuh terhadap tekanan atau tuntutan jangka pendek
Durasi Berkepanjangan dan terus-menerus Umumnya sementara
Dampak Emosi Sinis, apatis, kehilangan motivasi Tegang, cemas, terpicu untuk menyelesaikan tugas
Pengaruh Kinerja Menurun signifikan, kehilangan efektivitas Bisa meningkat atau menurun
Gejala Utama Kehabisan energi, hilang minat, menarik diri Gelisah, mudah marah, jantung berdebar
Solusi Perubahan sistem kerja & pemulihan jangka panjang Istirahat, manajemen waktu, relaksasi

Fase Burnout Work

fase burnout work
Fase Burnout Work | Sumber: Calmer

Pada faktanya, burnout tidak terjadi dalam semalam. Kondisi ini sering kali berkembang melalui tahapan yang progresif. Memahami fase dari sebuah burnout work akan membantu Anda untuk melakukan intervensi sebelum terlambat.

Berikut adalah fase burnout work yang sering dialami kebanyakan orang:

Tahap 1: Semangat Berlebihan (Honeymoon Phase)

Tahap 1 berupa semangat berlebihan (honeymoon phase) sering kali mengejutkan, karena justru diawali dengan antusiasme yang tinggi. Karyawan sangat termotivasi, berkomitmen, dan memiliki energi besar untuk bekerja.

Mereka sering bersedia mengambil tanggung jawab berlebih, bekerja di luar jam normal, dan memiliki ekspektasi yang sangat tinggi terhadap pekerjaan dan diri sendiri.

Sayangnya, inilah awal mula penumpukan tekanan yang tidak disadari. Meskipun terlihat positif, fase ini dapat menciptakan preseden kerja berlebihan yang tidak berkelanjutan, menjadi fondasi awal munculnya masalah yang mengintai.

Tahap 2: Stagnasi

Setelah periode kerja keras yang intens, tahap berikutnya adalah stagnasi, yaitu ketika tingkat energi dan motivasi mulai menurun. Karyawan mulai merasa rutinitas pekerjaan tidak lagi seindah yang dibayangkan.

Mereka mungkin mulai menunjukkan penarikan diri secara halus, mengurangi interaksi sosial di kantor, atau merasa hasil kerja mereka tidak sepadan dengan usaha yang dikeluarkan.

Pada titik ini, mereka mulai merasa tidak puas tetapi tetap memaksakan diri untuk bekerja demi memenuhi tanggung jawab, sering kali karena takut mengecewakan atau karena tuntutan internal yang tinggi.

Tahap 3: Frustrasi

Tahap 3 adalah frustasi, yaitu sebuah titik balik yang ditandai dengan munculnya gejala fisik dan emosional yang lebih nyata. Karyawan mulai menunjukkan sikap negatif, sinis, dan mudah tersinggung terhadap pekerjaan. Motivasi kerja berkurang drastis, sehingga produktivitas mulai terganggu.

Mereka mungkin mulai mengeluh tentang hal-hal kecil, sering menyalahkan rekan kerja atau sistem, dan muncul pertanyaan tentang nilai pekerjaan yang mereka lakukan.

Gangguan tidur, sakit kepala, dan gejala fisik minor lainnya mulai sering dirasakan, menandakan bahwa tubuh dan pikiran mulai memberontak terhadap tekanan kronis yang tidak tertangani.

Tahap 4: Krisis

Pada fase krisis, gejala fisik dan mental semakin parah dan mengkhawatirkan. Karyawan sering mengabaikan pekerjaan penting, tingkat absensi meningkat, dan mereka cenderung mengisolasi diri dari interaksi sosial di kantor. Hilangnya gairah untuk melakukan aktivitas apa pun menjadi jelas.

Perasaan lelah terhadap diri sendiri dan rasa kegagalan akan semakin mendominasi di dalam fase ini.

Gangguan fisik yang muncul, seperti insomnia kronis, gangguan pencernaan, atau nyeri punggung yang tak jelas penyebabnya, sudah mulai mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan.

Tahap 5: Intervensi/Gangguan

Tahap intervensi atau gangguan adalah tahap akhir dan paling serius. Kondisi ini tidak hanya menyerang mental tetapi juga telah memengaruhi kesehatan fisik secara kritis.

Karyawan mungkin mengalami kecemasan parah, gejala depresi, atau bahkan gangguan kesehatan serius lainnya. Di titik ini, kinerja profesional sudah sangat terganggu, dan mereka mungkin perlu mengambil cuti panjang atau bahkan mempertimbangkan pengunduran diri.

Karyawan yang berada di fase ini sangat membutuhkan intervensi profesional, baik dari psikolog maupun psikiater, agar kondisi tersebut tidak mengganggu kualitas hidup mereka secara permanen.

Penyebab Burnout Work

Sebenarnya, pemicu burnout work adalah multifaktorial, yaitu tidak hanya datang dari individu, melainkan bisa juga melalui sistem dan lingkungan kerja.

Berikut adalah beberapa penyebab burnout work yang kerap dialami oleh kebanyakan orang:

1. Beban Kerja yang Berlebihan dan Tidak Jelas

Beban kerja yang berlebih adalah pemicu klasik yang sering dialami oleh para pekerja di luar sana. Workload yang tidak realistis, ditambah dengan jam kerja yang terlalu panjang dan sering lembur, menciptakan tekanan tanpa henti bagi seorang pekerja.

2. Kurangnya Pengendalian Diri

Ketika beban kerja cukup berlebih, karyawan kemudian merasa tidak memiliki suara dalam pengambilan keputusan atau bagaimana mereka melakukan pekerjaan mereka. Ketiadaan otonomi ini memicu rasa tidak berdaya dan indikasi burnout semakin membesar.

3. Kurangnya Penghargaan dan Pengakuan

Rasa kerja keras tidak dihargai tentu juga dapat menggerus motivasi secara perlahan. Dalam hal ini, karyawan perlu merasa bahwa kontribusi mereka bermakna.

Misalnya pada sebuah penelitian yang melibatkan 226 dokter puskesmas, ditemukan bahwa 45,6% responden merasa bekerja sangat keras namun menerima imbalan yang rendah (high effort/low reward).

Kondisi ini lebih sering dialami oleh dokter dengan jam kerja lebih dari 40 jam per minggu, mereka yang berpengalaman lebih lama, serta yang bertugas di wilayah perkotaan.

Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa ketidakseimbangan antara upaya yang besar dan imbalan yang rendah menjadi pemicu kuat terjadinya burnout work.

Ketika tenaga medis merasa tidak mendapatkan penghargaan yang setimpal, maka risiko kelelahan emosional dan depersonalisasi akan meningkat drastis.

4. Nilai dan Tujuan yang Berlawanan

Konflik antara nilai-nilai pribadi karyawan dengan nilai-nilai perusahaan atau tuntutan pekerjaan yang dirasa tidak etis juga dapat memicu terjadinya burnout di dalam diri pekerja.

5. Ketidakadilan di Tempat Kerja

Pada dasarnya, burnout work juga bisa dipicu karena perlakuan yang tidak adil oleh beberapa orang atau bahkan perusahaan kepada pekerjanya, seperti diskriminasi, favoritisme, atau distribusi tugas yang tidak setara.

Baca Juga: Panduan Respectful Workplace: Arti, Ciri & Cara Wujudkannya

6. Komunitas Kerja yang Buruk (Toxic)

Penyebab burnout work yang terakhir adalah ketika lingkungan kerja toxic, penuh konflik, dan kurang dukungan sosial membuat karyawan merasa terisolasi dan tertekan.

Baca Juga: Work Life Balance: Arti, Manfaat, dan Cara Mewujudkannya!

Ciri-Ciri Burnout Work

Mengenali ciri-ciri burnout work sangat penting bagi Anda (HRD/pelaku usaha) agar dapat memberikan dukungan dan solusi tepat waktu.

Berikut beberapa ciri-ciri burnout work yang perlu diantisipasi sejak awal:

1. Kelelahan dan Kehabisan Energi Fisik & Emosional

Kelelahan ekstrem merupakan pilar utama dari munculnya burnout work. Perasaan letih terus-menerus yang tidak hilang bahkan setelah tidur yang cukup, merupakan salah satu ciri-ciri dari burnout.

Ciri-ciri fisik yang menyertai kelelahan ini meliputi:

  • Insomnia atau gangguan tidur (sulit memulai atau mempertahankan tidur).
  • Keluhan sakit kepala atau migrain yang sering muncul.
  • Penurunan kekebalan tubuh, membuat karyawan rentan sakit (misalnya flu yang tak kunjung sembuh).

2. Sikap Negatif, Sinis, dan Detasemen Terhadap Pekerjaan

Ciri-ciri yang kedua adalah ketika karyawan mulai melihat pekerjaan mereka sebagai beban yang tidak berarti, bahkan membosankan. Mereka menjadi lebih sinis dan mudah marah atau frustrasi terhadap rekan kerja, atasan, atau sistem perusahaan.

Perasaan ini membuat karyawan merasa capek dengan diri sendiri karena harus terus memaksakan diri melakukan sesuatu yang sudah tidak disukai.

Indikasi perubahan sikap ini meliputi:

  • Merasa terasing atau terpisah dari pekerjaan dan rekan kerja.
  • Sikap apatis dan hilangnya minat terhadap hasil atau tujuan perusahaan.
  • Mudah tersulut emosi dan menunjukkan reaksi berlebihan terhadap masalah kecil.

3. Penurunan Kinerja dan Produktivitas

Sebagai akibat langsung dari kelelahan dan sinisme, efektivitas kerja karyawan akan menurun secara signifikan.

Mereka sulit untuk berkonsentrasi, sering menunda-nunda pekerjaan (prokrastinasi), dan cenderung membuat kesalahan yang sebelumnya jarang terjadi. Kualitas pekerjaan menurun, dan pekerjaan-pekerjaan yang terbengkalai mulai menumpuk.

Tanda-tanda penurunan efektivitas kerja:

  • Kesulitan fokus dan sering teralihkan saat bekerja.
  • Kualitas output yang dihasilkan jauh di bawah standar biasanya.
  • Gagal memenuhi deadline atau menyelesaikan tugas tepat waktu.

4. Sering Absen atau Keterlambatan

Penarikan diri fisik dari lingkungan kerja adalah respons naluriah terhadap tekanan yang berlebihan. Tingkat absensi dan keterlambatan cenderung meningkat karena karyawan tidak lagi memiliki energi atau motivasi untuk datang ke kantor.

Bentuk absensi seperti ini bisa berupa izin sakit yang sering atau penggunaan cuti mendadak yang tidak terencana, semuanya sebagai bentuk pertahanan diri untuk menarik diri dari sumber stres.

Ciri-ciri penarikan diri:

  • Peningkatan frekuensi izin sakit atau ketidakhadiran yang tidak terduga.
  • Keterlambatan rutin masuk kerja atau meninggalkan kantor lebih awal.
  • Mengisolasi diri dan menghindari pertemuan atau interaksi dengan tim.

5. Perasaan Gagal dan Ragu pada Diri Sendiri

Burnout work adalah kondisi yang menggerus rasa percaya diri seseorang. Karyawan merasa tidak mampu membuat pencapaian apapun, meskipun mereka mungkin telah bekerja sangat keras. Mereka mulai mempertanyakan kemampuan diri dan sering diliputi perasaan tidak berharga atau gagal.

Kegagalan mencapai ekspektasi (baik dari perusahaan maupun diri sendiri) memicu siklus negatif di mana perasaan gagal justru memperparah burnout.

Gejala psikologis yang menonjol dalam hal ini yaitu:

  • Penilaian diri yang sangat negatif terhadap kinerja dan kemampuan.
  • Rendahnya rasa sense of achievement (rasa pencapaian) meski telah menyelesaikan tugas.
  • Perasaan tidak berharga dan pesimis terhadap prospek karir di masa depan.

Cara Mengatasi dan Mencegah Burnout Work

Cara mengatasi dan mencegah burnout work adalah dengan mengetahui bentuk tanggung jawab bersama secara menyeluruh. Dalam hal ini, perusahaan memegang peranan krusial dalam menciptakan sistem yang suportif.

Berikut adalah beberapa cara mengatasi dan mencegah burnout work yang bisa Anda lakukan sebagai HRD atau pelaku usaha:

1. Perbaiki Sistem Manajemen Waktu dan Beban Kerja

Perusahaan perlu memastikan pembagian kerja yang realistis dan transparan. Gunakan alat atau sistem untuk memantau beban kerja secara adil dan mendorong karyawan membuat skala prioritas.

Ketika beban kerja terdistribusi merata dan terekam jelas, kecenderungan karyawan untuk overwhelmed akan berkurang.

Contoh penerapan untuk HRD dan perusahaan:

  • Audit Beban Kerja: Lakukan tinjauan rutin untuk mengidentifikasi karyawan mana yang secara konsisten memiliki jam kerja berlebih atau beban tugas yang tidak proporsional.
  • Prioritas Jelas: Terapkan metodologi penetapan prioritas (misalnya MoSCoW atau Matriks Eisenhower) dalam pelatihan tim, sehingga karyawan tahu mana yang harus didahulukan.
  • Sistem Manajemen Tugas: Gunakan perangkat lunak yang memungkinkan transparansi workload tim, sehingga manajer dapat intervensi sebelum terjadi penumpukan tugas.

Baca Juga: 16 Tugas HRD di Perusahaan, Bukan Hanya Interview Kandidat!

2. Terapkan Batasan Jelas Antara Kerja dan Kehidupan Pribadi

Burnout work adalah hasil dari ketidakseimbangan yang parah antara tuntutan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Anda harus secara tegas mendorong karyawan untuk tidak membuka email atau mengerjakan tugas di luar jam kantor.

Perusahaan harus menghormati waktu pribadi dan memberikan sinyal bahwa beristirahat adalah hal yang dihargai.

Contoh penerapan untuk HRD dan perusahaan:

  • Kebijakan Anti-Email Malam: Terapkan kebijakan tidak mengirim email grup atau chat kerja di luar jam operasional, kecuali untuk kasus darurat yang sesungguhnya.
  • Pemberlakuan Waktu Istirahat: Pastikan sistem absensi dan payroll (termasuk kejelasan perhitungan cut-off gaji) secara ketat mengakui jam istirahat dan tidak ada ekspektasi kerja selama waktu tersebut.
  • Dukungan Cuti: Dorong karyawan untuk mengambil hak cuti penuh mereka. Ingatkan bahwa cuti merupakan hak dan bukan sekadar opsi.

3. Dorong Budaya Self-Care dan Istirahat

Selain mendorong penggunaan hak cuti, Anda perlu mengingatkan bahwa istirahat yang cukup, nutrisi seimbang, meditasi, dan olahraga adalah kunci menjaga ketahanan diri.

Contoh penerapan untuk HRD dan perusahaan:

  • Sesi Mindfulness atau Yoga: Sediakan sesi singkat meditasi terpandu atau yoga di kantor, atau online, secara mingguan.
  • Program Kesejahteraan: Berikan akses ke program konseling kesehatan mental atau aplikasi kebugaran fisik sebagai bagian dari benefit karyawan.
  • “Hari Bebas Rapat”: Tentukan satu hari dalam seminggu tanpa rapat internal untuk memberikan waktu fokus (istirahat mental) yang tidak terganggu.

4. Tingkatkan Pengakuan dan Penghargaan

Burnout work adalah kondisi yang diperparah oleh perasaan tidak dihargai. Berikan umpan balik yang konstruktif dan pengakuan atas usaha, bukan hanya hasil akhir. Pengakuan tidak selalu berupa uang, tetapi juga apresiasi yang tulus dan tepat waktu yang menegaskan bahwa kontribusi mereka bermakna.

Contoh penerapan untuk HRD dan perusahaan:

  • Program Penghargaan Informal: Lakukan pengakuan kecil secara spontan (misalnya sebutan “Karyawan Terbaik Minggu Ini” atau pujian di depan umum) untuk usaha yang menonjol.
  • Umpan Balik Positif Reguler: Manajer dilatih untuk memberikan feedback positif sesering mungkin, bukan hanya saat evaluasi kinerja tahunan.
  • Transparansi Gaji: Pastikan kejelasan terkait cut-off dalam penggajian dan perhitungan yang adil. Kejelasan finansial adalah bentuk penghargaan non-verbal.

5. Bangun Komunikasi dan Komunitas yang Positif

Ciptakan lingkungan kerja yang suportif di mana karyawan merasa aman secara psikologis. Karyawan harus merasa nyaman untuk mencari bantuan atau berbicara dengan atasan atau HRD jika mereka kesulitan tanpa takut dihukum atau dianggap lemah.

Contoh penerapan untuk HRD dan perusahaan:

  • Pelatihan Manajer: Latih manajer untuk menjadi pendengar yang empatik, mampu mengenali tanda burnout di tim mereka, dan bersikap suportif.
  • Saluran Komunikasi Terbuka: Sediakan jalur anonim bagi karyawan untuk melaporkan masalah di lingkungan kerja, seperti ketidakadilan atau intimidasi.
  • Kegiatan Tim: Organisasikan kegiatan sosial non-kerja secara rutin untuk memperkuat ikatan dan komunitas di antara rekan kerja.

FAQ Seputar Burnout Work

Untuk membantu Anda memahami isu ini secara lebih jelas, berikut beberapa pertanyaan yang paling sering diajukan seputar burnout work, mulai dari definisi, penyebab, hingga cara mengatasinya.

Bagian ini akan memberikan jawaban ringkas dan praktis agar Anda dapat mengenali tanda-tandanya lebih awal dan mengetahui langkah yang tepat untuk menanganinya.

1. Apakah burnout work termasuk gangguan mental?

Work burnout tidak diklasifikasikan sebagai gangguan mental dalam manual diagnostik (DSM-5), melainkan sebagai fenomena pekerjaan yang merupakan gangguan psikologis akibat tekanan berlebihan di tempat kerja.

Namun, jika tidak ditangani, burnout dapat memicu atau berkontribusi pada perkembangan gangguan mental, seperti depresi dan kecemasan.

2. Apakah burnout work itu berbahaya?

Ya, sangat berbahaya. Selain menurunkan fokus, produktivitas, dan kreativitas, burnout work dapat memiliki dampak serius pada kesehatan fisik (penyakit jantung, tekanan darah tinggi) dan memicu depresi.

3. Apa yang dirasakan ketika burnout?

Anda akan merasa lelah secara fisik, mental, dan emosional, seolah-olah energi sudah habis total. Perasaan sinis terhadap pekerjaan, terasing dari rekan kerja, mudah marah, dan merasa tidak mampu atau tidak puas dengan pencapaian diri adalah hal yang umum dirasakan.

4. Apa saja pemicu burnout work?

Pemicunya termasuk beban kerja berlebihan, kurangnya kontrol, kurangnya pengakuan, lingkungan kerja yang toxic, nilai perusahaan yang bertentangan dengan pribadi, dan ketidakseimbangan kehidupan-kerja.

5. Bagaimana cara agar tidak burnout work?

Caranya meliputi mengatur beban kerja (workload), menjaga batasan kerja-pribadi, mengambil istirahat mental dan fisik yang cukup, menjalin hubungan suportif di kantor, dan mencari bantuan profesional jika diperlukan.

6. Bagaimana peran sistem HR dalam mencegah burnout work?

Sistem HR yang terintegrasi dapat membantu mencegah burnout dengan memberikan kejelasan administratif, transparansi dalam pengelolaan SDM karyawan, absensi, dan penggajian. Hal ini mengurangi beban kerja administratif yang sering kali menjadi sumber stres bagi karyawan dan HRD sendiri.

Baca Juga: 25 Rekomendasi Aplikasi HRD Terbaik & Murah di Indonesia

Lebih Mudah Kelola Administrasi HR & Delegasi KPI/OKR Karyawan dengan KantorKu HRIS

Memahami bahwa burnout work adalah masalah sistemik, solusi pencegahannya juga harus sistemik. Perusahaan perlu menyediakan alat yang dapat mengurangi beban kerja administratif, baik bagi karyawan maupun tim HRD.

Selain itu, untuk mencegah burnout karyawan, perusahaan dapat menggunakan sistem HR terintegrasi agar seluruh pengelolaan administrasi karyawan menjadi lebih cepat dan mudah.

Sistem HR ini termasuk manajemen absensi yang akurat, pengelolaan KPI yang transparan, perhitungan payroll yang otomatis, dan pemantauan cuti yang jelas. Hal ini dengan sendirinya akan meningkatkan kenyamanan bekerja dan memberi pengalaman yang lebih baik bagi karyawan.

Jika Anda terbesit untuk beralih ke sistem HRIS, saatnya mulai menggunakan software KantorKu HRIS.

Aplikasi Performance Appraisal
Tampilan Dashboard KPI/OKR di KantorKu HRIS

KantorKu HRIS adalah platform yang dirancang untuk mengintegrasikan seluruh administrasi HRD Anda, mulai dari absensi online yang fleksibel, perhitungan gaji, hingga pelaporan KPI.

Performance Review
Dashboard Performance Review Pakai KantorKu HRIS

Yuk, saatnya tinggalkan kerepotan administrasi manual, dan biarkan HRD Anda semakin dipermudah dengan KantorKu HRIS dalam mengurus administrasi karyawan.

Tertarik Ingin Pakai KantorKu HRIS?
Coba Demo Gratis Selama 14 Hari!

kantorku hris

Sumber:

Grantham-Philips, W. (2021). You are Probably Burned Out at Work. Cal Alumni Association.

World Health Organization. (2019). Burn-out an “Occupational Phenomenon”: International Classification of Diseases.

Bagikan

Related Articles

Cara Membuat OKR yang Efektif untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan

Ketahui konsep dasar dan cara membuat OKR yang efektif serta kesalahan yang harus dihindari agar target perusahaan tercapai.
04 Desember 2025

Bonus Tahunan Karyawan: Cara Menghitung, Kewajiban, & Dasar Hukumnya

Pahami apa itu bonus tahunan karyawan serta dasar hukum, jenis-jenis, perbedaan dengan THR, dan cara menghitungnya sesuai UU yang berlaku.
03 Desember 2025
contoh exit interview

20 Contoh Exit Interview di Perusahaan oleh HRD, Boleh Copas!

Contoh exit interview adalah untuk mengumpulkan feedback karyawan, perbaiki budaya kerja, dan tingkatkan retensi perusahaan secara efektif.
01 Desember 2025