Aturan Cuti Karyawan Swasta Terbaru Sesuai UU Ketenagakerjaan
Pelajari hak cuti karyawan swasta menurut UU Ketenagakerjaan, termasuk jenis-jenis cuti, durasi, dan aturan terbaru yang wajib diketahui.
Setiap karyawan berhak mendapatkan waktu istirahat dari pekerjaan, salah satunya melalui cuti.
Namun, aturan cuti karyawan swasta sering kali membingungkan, terutama soal jenis cuti apa saja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, berapa lama durasinya, dan apakah semua jenis cuti bersifat wajib diberikan oleh perusahaan.
Dalam artikel ini, KantorKu mengulas secara lengkap mengenai hak cuti karyawan swasta, mulai dari cuti tahunan, cuti sakit, cuti melahirkan, cuti menikah, hingga unpaid leave dan cuti bersama.
Penting bagi karyawan maupun HR untuk memahami ketentuan ini agar proses pengajuan cuti berjalan adil dan sesuai hukum yang berlaku. Yuk, simak!
Jenis-Jenis Hak Cuti Karyawan Swasta
Setiap karyawan swasta memiliki hak atas waktu istirahat dan cuti. Secara umum, hak cuti dibagi menjadi dua kategori besar:
- Cuti berbayar (paid leave): cuti yang tetap mendapat gaji penuh.
- Cuti tidak berbayar (unpaid leave): cuti tanpa gaji, biasanya digunakan ketika jatah cuti berbayar telah habis.
Cuti berbayar (paid leave) ini diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa karyawan berhak atas 7 (tujuh) hak cuti:
- Cuti tahunan
- Cuti besar
- Cuti bersama
- Cuti hamil dan melahirkanÂ
- Cuti haid
- Cuti sakit
- Cuti alasan penting
Lalu, bagaimana dengan ketentuan cuti tidak berbayar (unpaid leave)? Cuti ini bersifat opsional dan tergantung kebijakan perusahaan.
Sesuai Pasal 93 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa “upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.”
Berdasarkan pasal tersebut, perusahaan diperbolehkan tidak membayar gaji karyawan yang tidak bekerja karena alasan pribadi; selama cuti tersebut tidak termasuk ke dalam jenis cuti berbayar (paid leave).
Penjelasan lengkap soal hak cuti dan unpaid leave bisa Anda temukan di bagian selanjutnya
Aturan Cuti Karyawan Swasta
Setelah terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, beberapa aspek ketenagakerjaan memang mengalami perubahan, seperti aturan tentang PHK dan kontrak kerja.
Kendati demikian, aturan mengenai hak cuti karyawan masih merujuk pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam Pasal 79 ayat (1) UU tersebut disebutkan bahwa:
âPengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.â
Artinya, pemberian cuti adalah kewajiban perusahaan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak karyawan.
Berikut ini penjelasan jenis-jenis cuti berbayar yang menjadi hak karyawan swasta.
1. Cuti Tahunan
Salah satu hak dasar karyawan adalah cuti tahunan.
Berapa hari cuti karyawan swasta? Karyawan berhak atas cuti tahunan minimal 12 hari kerja setelah menyelesaikan masa kerja selama 12 bulan berturut-turut di perusahaan yang sama.
Hal ini dijelaskan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 79 ayat (2) huruf c yang berbunyi
âCuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.â
Cuti tahunan bertujuan memberikan waktu istirahat dengan gaji yang tetap dibayar penuh oleh perusahaan.
Pelaksanaannya dapat diatur lebih lanjut dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja, atau perjanjian kerja bersama.
Misalnya, dalam beberapa perusahaan, cuti bersama nasional dapat memotong kuota cuti tahunan.
Namun, ada juga perusahaan yang menjadikan cuti bersama bersifat opsional, jika diambil, akan memotong jatah cuti; jika tidak, tidak berpengaruh.
2. Cuti Besar
Selain cuti tahunan, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 79 ayat (2) huruf d juga menyebutkan tentang cuti besar atau istirahat panjang.
âIstirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama.â
Sebagaimana dijelaskan dalam pasal di atas, karyawan yang telah bekerja 6 tahun berturut-turut di perusahaan yang sama berhak mendapatkan cuti besar karyawan swasta selama 2 bulan.
Cuti besar ini dapat diambil pada tahun ke-7 dan ke-8 (masing-masing 1 bulan).
Setelah cuti besar karyawan swasta digunakan, hak cuti ini akan berlaku kembali setiap 6 tahun masa kerja, dan tidak bisa diambil lagi selama 2 tahun berikutnya.
3. Cuti Bersama
Apakah karyawan swasta wajib cuti bersama? Jawabannya: tidak wajib karena pelaksanaannya bergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan.
Awalnya, cuti bersama hanya diterapkan di instansi pemerintah dan BUMN. Namun, kini banyak perusahaan swasta yang juga mengikuti kebijakan ini.
Cuti bersama ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yang dikeluarkan setiap tahun.
Perusahaan swasta dapat menyesuaikan penerapan cuti bersama sesuai kebutuhan dan budaya kerja dan biasanya diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB).
Cuti ini umumnya diberlakukan di sekitar hari libur nasional atau hari besar keagamaan, seperti Tahun Baru Imlek, Hari Suci Nyepi, Idulfitri, Waisak, Kenaikan Isa Almasih, hingga Iduladha.
Sebagian perusahaan mengurangi jatah cuti tahunan untuk cuti bersama, sementara yang lain menganggapnya sebagai libur tambahan tanpa memotong hak cuti tahunan karyawan.
4. Cuti Haid
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 81 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menjelaskan mengenai ketentuan cuti haid.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa:
âPekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.â
Artinya, karyawan perempuan yang merasa tidak mampu bekerja saat hari pertama dan kedua haid, berhak tidak masuk kerja tanpa pemotongan gaji.
Namun, implementasinya sering kali tergantung kebijakan internal perusahaan, seperti adanya persyaratan surat keterangan medis.
5. Cuti Hamil dan Melahirkan
Cuti ini diberikan kepada karyawan perempuan yang akan dan telah melahirkan.
Ini sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 82 ayat (1) yang menyebutkan bahwasanya:
âPekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.â
Lebih jelasnya, durasi cuti hamil dan melahirkan adalah:
- 6 minggu sebelum melahirkan
- 6 minggu setelah melahirkan
Beberapa perusahaan mengizinkan cuti ini diambil secara fleksibel, misalnya 3 bulan setelah melahirkan, tergantung kondisi kesehatan dan kebutuhan ibu.
Sementara itu, cuti bagi suami untuk mendampingi istri melahirkan saat ini hanya diatur selama 2 hari dan hanya diberikan jika tercantum dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
6. Cuti Keguguran
Bagi karyawan perempuan yang mengalami keguguran, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 82 ayat (2) memberikan hak untuk istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan.
âPekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.â
Cuti keguguran juga tetap berbayar dan dimaksudkan untuk memberi waktu pemulihan fisik dan mental setelah kehilangan kehamilan.
7. Cuti Sakit
Bagaimana aturan cuti sakit karyawan swasta?
Cuti sakit diberikan ketika karyawan tidak dapat bekerja karena alasan kesehatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
âPekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan.â
Sesuai Pasal 93 ayat (1), karyawan tetap berhak mendapatkan upah selama masa sakit.
Aturan pengupahan selama cuti sakit yaitu:
- 100% gaji selama 4 bulan pertama
- 75% dari gaji untuk 4 bulan kedua
- 50% untuk 4 bulan ketiga
- 25% hingga dilakukan PHK karena kondisi tidak pulih
Cuti ini harus disertai surat keterangan dokter, dan perusahaan tidak boleh memutus hubungan kerja secara sepihak selama masa sakit yang sah.
8. Cuti Karena Alasan Penting
Karyawan juga memiliki hak cuti berbayar untuk alasan pribadi yang dianggap penting, seperti karyawan menikah, menikahkan anak, mengkhitankan anak, membaptis anak, istri melahirkan/keguguran, ataupun keluarga meninggal dunia.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 93 ayat (4) huruf e UU Ketenagakerjaan.
âPekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.â
Berapa lama durasi cuti alasan penting yang diberikan? Berikut rinciannya:
- Karyawan menikah: 3 hari
- Menikahkan anak: 2 hari
- Mengkhitankan anak: 2 hari
- Membaptis anak: 2 hari
- Istri melahirkan atau keguguran: 2 hari
- Suami/istri, orang tua/mertua, anak, atau menantu meninggal dunia: 2 hari
- Anggota keluarga serumah meninggal dunia: 1 hari
Cuti ini tidak memotong jatah cuti tahunan dan tetap dibayar penuh oleh perusahaan.
Baca Juga: Cuti Menikah Berapa Hari? Simak Aturan Undang-Undang untuk Karyawan & PNS
9. Cuti Haji atau Umrah
Cuti ini khusus bagi karyawan Muslim yang akan menjalankan ibadah haji atau umrah.
Durasi cuti bisa mencapai maksimal 50 hari atau disesuaikan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan karyawan.
Berdasarkan Pasal 93 ayat (2) huruf UU Ketenagakerjaan, perusahaan wajib tetap membayar gaji selama ibadah berlangsung.
âPekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.â
Cuti ini hanya bisa digunakan satu kali selama masa kerja karyawan di perusahaan tersebut.
Ketentuan Cuti Tidak Dibayar (Unpaid Leave)
Sebagaimana telah disinggung di atas, selain cuti berbayar (paid leave) adapula jenis cuti unpaid leave.
Unpaid leave adalah jenis cuti tanpa pembayaran gaji. Jika karyawan mengajukan unpaid leave, maka ia tidak menerima upah selama tidak bekerja.
Cuti ini biasanya diajukan atas alasan pribadi, seperti urusan keluarga, pendidikan, perjalanan, atau kondisi lain yang tidak termasuk dalam cuti berbayar (misalnya cuti tahunan atau cuti sakit).
Berbeda dengan cuti yang diatur secara khusus dalam UU Ketenagakerjaan (seperti cuti tahunan atau cuti melahirkan), unpaid leave tidak diatur secara spesifik dalam undang-undang.
Artinya, pelaksanaannya sepenuhnya tergantung pada kebijakan internal perusahaan.
Namun, ada dasar hukum yang dapat dijadikan acuan, yaitu Pasal 93 ayat (1) yang menyatakan:
“Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.”
Pasal ini memberi ruang bagi perusahaan untuk menerapkan prinsip no work, no pay sehingga karyawan diperbolehkan mengajukan unpaid leave karena alasan pribadi. Meskipun cuti ini bukan hak wajib menurut undang-undang.
Baca Juga: Perusahaan Telat Bayar Gaji? Ini Sanksi dan Besaran Dendanya!
Tips Menerapkan Aturan Cuti Karyawan untuk HR
Mengelola cuti karyawan bukan sekadar mencatat siapa yang libur dan kapan durasi liburnya, melainkan memastikan hak karyawan terpenuhi, operasional tetap berjalan, dan seluruh proses tercatat dengan baik.
Berikut beberapa tips yang dapat diterapkan oleh tim HR agar aturan cuti berjalan optimal di perusahaan:
1. Sosialisasikan Kebijakan Cuti Sejak Awal
Pastikan seluruh karyawan memahami kebijakan cuti yang berlaku, baik cuti tahunan, sakit, maupun alasan penting.
Penjelasan bisa dilakukan saat onboarding, melalui buku panduan karyawan, atau dalam sistem HRIS.
Ketika aturan cuti dipahami sejak awal, potensi kesalahpahaman bisa dikurangi.
2. Buat Sistem Persetujuan yang Jelas
Tentukan alur persetujuan cuti: siapa yang harus menyetujui, berapa lama prosesnya, dan bagaimana karyawan mengajukannya.
Alur ini penting agar pengambilan cuti tidak mengganggu kegiatan operasional atau menyebabkan kekosongan peran penting.
Manajer lini atau supervisor idealnya turut serta dalam menyetujui cuti anggota timnya. Hal ini akan membantu dalam mengatur beban kerja dan memastikan tidak ada tugas yang terbengkalai selama cuti berlangsung.
3. Pantau Kuota dan Riwayat Cuti Secara Berkala
HR perlu memantau sisa kuota cuti karyawan secara berkala untuk mencegah overuse atau konflik saat banyak karyawan ingin cuti bersamaan.
Data ini juga berguna saat membuat perencanaan sumber daya manusia.
4. Pertimbangkan Keseimbangan antara Hak dan Operasional
HR perlu mengatur agar karyawan tetap mendapatkan hak cutinya tanpa mengganggu produktivitas tim.
Misalnya dengan menetapkan maksimal jumlah karyawan yang bisa cuti dalam satu waktu, atau menyiapkan back-up personel.
5. Evaluasi dan Sesuaikan Kebijakan Cuti Secara Berkala
Kebutuhan organisasi bisa berubah seiring waktu.
Evaluasi kebijakan cuti secara rutin akan membantu perusahaan menyesuaikan aturan yang relevan dengan kondisi kerja saat ini, termasuk tren, seperti remote working atau cuti kesehatan mental.
Baca Juga: Apa itu PTKP: Pengertian, Aturan, dan Cara Menghitungnya
Kelola Cuti dengan Mudah sesuai Kebijakan Perusahaan dengan HRIS KantorKu!
Sebagai HR, Anda tentu ingin pengelolaan cuti dapat berjalan tertib, efisien, dan sesuai kebijakan perusahaan.
Kini, semua itu bisa dilakukan otomatis lewat aplikasi cuti online dari KantorKu. Dengan sistem yang dirancang khusus, Anda bisa:
- Menyetujui cuti sesuai kebijakan perusahaan
- Sesuaikan cuti dengan peraturan pemerintah
- Kelola sisa cuti karyawan
- Kelola cuti khusus
- Kalender cuti karyawan
- Terintegrasi otomatis dengan payroll
Sudah lebih dari 3.500 perusahaan percaya KantorKu sebagai solusi tepat bagi kebutuhan karyawan dan perusahaan.
Dengan HRIS KantorKu, pengelolaan cuti jadi lebih mudah dan efisien! Tertarik mencoba? Jadwalkan demo sekarang di KantorKu dan nikmati pengalaman mengelola cuti yang lebih praktis!
Table of Contents
- Jenis-Jenis Hak Cuti Karyawan Swasta
- Aturan Cuti Karyawan Swasta
- 1. Cuti Tahunan
- 2. Cuti Besar
- 3. Cuti Bersama
- 4. Cuti Haid
- 5. Cuti Hamil dan Melahirkan
- 6. Cuti Keguguran
- 7. Cuti Sakit
- 8. Cuti Karena Alasan Penting
- 9. Cuti Haji atau Umrah
- Ketentuan Cuti Tidak Dibayar (Unpaid Leave)
- Tips Menerapkan Aturan Cuti Karyawan untuk HR
- 1. Sosialisasikan Kebijakan Cuti Sejak Awal
- 2. Buat Sistem Persetujuan yang Jelas
- 3. Pantau Kuota dan Riwayat Cuti Secara Berkala
- 4. Pertimbangkan Keseimbangan antara Hak dan Operasional
- 5. Evaluasi dan Sesuaikan Kebijakan Cuti Secara Berkala
- Kelola Cuti dengan Mudah sesuai Kebijakan Perusahaan dengan HRIS KantorKu!
Table of Contents
- Jenis-Jenis Hak Cuti Karyawan Swasta
- Aturan Cuti Karyawan Swasta
- 1. Cuti Tahunan
- 2. Cuti Besar
- 3. Cuti Bersama
- 4. Cuti Haid
- 5. Cuti Hamil dan Melahirkan
- 6. Cuti Keguguran
- 7. Cuti Sakit
- 8. Cuti Karena Alasan Penting
- 9. Cuti Haji atau Umrah
- Ketentuan Cuti Tidak Dibayar (Unpaid Leave)
- Tips Menerapkan Aturan Cuti Karyawan untuk HR
- 1. Sosialisasikan Kebijakan Cuti Sejak Awal
- 2. Buat Sistem Persetujuan yang Jelas
- 3. Pantau Kuota dan Riwayat Cuti Secara Berkala
- 4. Pertimbangkan Keseimbangan antara Hak dan Operasional
- 5. Evaluasi dan Sesuaikan Kebijakan Cuti Secara Berkala
- Kelola Cuti dengan Mudah sesuai Kebijakan Perusahaan dengan HRIS KantorKu!