Apa itu Penilaian Subjektif? 2 Cara Agar Tidak Bias + Contoh Komentar
Apa itu penilaian subjektif? Penilaian ini bertujuan menilai aspek kreativitas, kepemimpinan & inisiatif karyawan. Ini teknik agar tidak bias!
Table of Contents
Penilaian Subjektif adalah salah satu aspek yang tidak bisa dihindari dalam proses evaluasi kinerja karyawan.
Apa itu penilaian subjektif? Secara sederhana, ini adalah penilaian yang dipengaruhi oleh persepsi, pengalaman pribadi, intuisi, hingga preferensi penilai.
Meskipun berisiko menimbulkan bias, penilaian subjektif tetap memiliki peran dalam organisasi ketika dilakukan pada konteks tertentu.
Pertanyaannya, bagaimana cara mengelola penilaian ini agar tidak merusak moral kerja dan tetap memberikan hasil yang adil?
Apa itu Penilaian Subjektif?

Penilaian subjektif adalah proses evaluasi yang didasarkan pada opini, interpretasi, perasaan, dan perspektif pribadi penilai, bukan semata-mata pada data atau fakta yang terukur.
Tujuan penilaian subjektif adalah menilai aspek yang tidak bisa diukur dengan angka, seperti kreativitas, kepemimpinan, kemampuan komunikasi, empati, atau antusiasme terhadap tugas.
Misalnya, seorang manajer bisa memberikan penilaian bagus pada seorang karyawan terlihat lebih termotivasi atau sering memberikan ide-ide kreatif dalam rapat. Karakteristik tersebut merupakan observasi personal dan bersifat subjektif.
Meskipun berisiko bias, aspek ini penting karena tidak semua kontribusi karyawan dapat direpresentasikan dengan data.
Kalau dilakukan dengan benar, penilaian subjektif bisa memberikan pengakuan personal yang meningkatkan performa tim.
Prinsip Penilaian Subjektif
Penilaian Subjektif harus dilakukan dengan dasar yang jelas agar tetap adil, membangun, dan tidak menurunkan moral kerja. Berikut prinsip-prinsip penting yang bisa dijadikan panduan:
1. Jujur dan Transparan
Evaluasi harus mencerminkan pengamatan nyata, bukan opini yang dibuat-buat. Misalnya, jika seorang karyawan sering membantu tim, sebutkan contohnya, bukan hanya “Anda hebat dalam membantu tim”.
2. Spesifik
Fokus pada contoh perilaku yang spesifik, bukan penilaian umum. Misalnya, “Saya melihat Anda memberikan ide inovatif di rapat yang membantu menyelesaikan masalah X,” daripada “Anda kreatif.”
3. Menghargai Perspektif Individu
Penilaian harus menghormati pengalaman dan kontribusi unik setiap karyawan. Jangan membandingkan karyawan satu dengan yang lain.
4. Bersifat Membangun
Sampaikan feedback yang mendorong perbaikan atau penguatan kompetensi. Bukan sekadar mengeluarkan rasa tidak suka.
5. Meminimalkan Bias
Gunakan teknik seperti pertanyaan terbuka dan 360-degree feedback untuk mendapatkan perspektif yang lebih seimbang.
Baca Juga: 7 Rekomendasi Software 360 Feedback 2025 di Indonesia [+ Fitur & Kelebihan]
KantorKu HRIS memiliki fitur 360-degree-feedback dengan summary AI untuk memudahkan penilaian subjektif karyawan.
Perbedaan Utama antara Penilaian Subjektif dan Objektif

Sebelum Anda menentukan metode evaluasi yang tepat, penting untuk memahami bagaimana perbedaan penilaian subjektif dan objektif memengaruhi hasil akhir.
Mari telaah perbedaan penilaian subjektif dan objektif agar Anda tidak salah langkah dalam menyusun sistem penilaian kinerja:
1. Dasar Penilaian
Penilaian objektif berangkat dari fakta yang dapat diamati, diukur, dan diverifikasi, seperti data absensi, jumlah penjualan, atau tingkat penyelesaian proyek. Artinya, acuan penilaian adalah angka dan bukti nyata.
Sebaliknya, penilaian subjektif lebih didasari pada opini, persepsi, dan interpretasi pribadi penilai. Contohnya, kesan seorang manajer bahwa karyawan terlihat lebih antusias atau kurang kolaboratif dalam rapat.
2. Aspek yang Dinilai
Objektif cenderung menilai aspek teknis dan kuantitatif, misalnya pencapaian target, produktivitas, atau kualitas output kerja.
Sebaliknya, subjektif biasanya digunakan untuk aspek yang sulit diukur dengan angka, seperti kreativitas, kepemimpinan, komunikasi, atau empati terhadap rekan kerja.
3. Tingkat Konsistensi
Penilaian objektif relatif konsisten karena semua karyawan dinilai berdasarkan kriteria dan indikator yang sama. Misalnya, capaian KPI yang ditetapkan perusahaan.
Sementara itu, penilaian subjektif bisa berbeda tergantung siapa yang menilai dan dalam konteks apa penilaian itu dilakukan. Dua atasan yang berbeda bisa memberi hasil penilaian yang berlawanan pada orang yang sama.
4. Risiko Bias
Pada penilaian objektif, risiko bias lebih rendah karena dasar evaluasi adalah data terukur. Walau begitu, terkadang angka bisa menutup konteks, seperti faktor eksternal yang memengaruhi performa.
Di sisi lain, penilaian subjektif memiliki risiko bias lebih tinggi karena dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, preferensi, bahkan stereotip penilai. Misalnya, seorang pemimpin bisa lebih kritis pada kelompok tertentu tanpa disadari.
5. Dampak terhadap Karyawan
Objektif memberi rasa keadilan dan kepastian karena hasilnya jelas, spesifik, dan actionable.
Namun, bisa terasa terlalu kaku karena kurang memberi ruang pada aspek emosional dan interpersonal.
Subjektif, meski rentan bias, bisa lebih membangun hubungan dan memberi motivasi jika disampaikan dengan tepat.
Karyawan merasa lebih diperhatikan secara personal, terutama dalam hal pengakuan terhadap usaha yang tidak tercatat dalam angka.
Contoh Penilaian Subjektif dalam Evaluasi Kinerja Karyawan

Mari perhatikan beberapa contoh penilaian subjektif yang kerap digunakan HR atau manajer dalam proses evaluasi karyawan sehari-hari.
1. Apresiasi Kolaborasi Tim
“Saya mengamati bahwa Anda selalu siap membantu rekan-rekan dalam menyelesaikan tugas mereka. Kehadiran dan dukungan Anda membuat tim lebih efektif dan harmonis. Terima kasih atas kontribusi positif ini!”
2. Menyoroti Kreativitas dan Inisiatif
“Ide yang Anda ajukan dalam rapat terakhir sangat inovatif dan membuka perspektif baru bagi tim. Saya senang melihat Anda mengambil inisiatif untuk memimpin proyek ini dan menghasilkan solusi yang berbeda dari biasanya.”
3. Memberikan Pengakuan pada Kepemimpinan
“Saya menghargai cara Anda memotivasi tim selama proyek ini. Anda tidak hanya memberikan arahan, tetapi juga mendengarkan dan memastikan semua anggota tim merasa didukung. Ini sangat membantu keberhasilan proyek.”
4. Menilai Etika Kerja dan Profesionalisme
“Konsistensi Anda dalam menyelesaikan tugas tepat waktu dan sikap profesional yang Anda tunjukkan membuat rekan-rekan merasa nyaman bekerja sama. Dedikasi ini sangat kami hargai.”
5. Mengapresiasi Peningkatan Kinerja
“Sejak kuartal lalu, saya melihat peningkatan signifikan dalam kualitas laporan yang Anda buat. Komitmen Anda untuk terus belajar dan berkembang jelas terlihat, dan itu memberi dampak positif bagi tim.”
6. Memberikan Pujian atas Contoh Positif
“Sikap Anda yang selalu membantu rekan-rekan dan berbagi pengetahuan menciptakan budaya kerja yang mendukung. Ini menjadi contoh yang baik bagi anggota tim lainnya.”
7. Mengakui Kontribusi terhadap Budaya Perusahaan
“Saya ingin mengapresiasi keberanian Anda dalam menghadapi topik sulit di kantor. Diskusi yang Anda ajukan membantu tim menjadi lebih bertanggung jawab dan transparan, sekaligus memperkuat budaya perusahaan.”
8. Memberikan Masukan untuk Peningkatan Proses
“Terima kasih atas laporan mingguan yang Anda buat. Untuk meningkatkan dampaknya, saya menyarankan menyederhanakan beberapa metrik agar lebih mudah dipahami oleh tim leadership.”
9. Memberi Arahan untuk Soft Skills
“Saya perhatikan Anda memiliki kemampuan teknis yang sangat baik, namun saya pikir meningkatkan keterampilan komunikasi dan kerja tim akan membawa Anda ke level berikutnya sebagai profesional.”
10. Menyoroti Perhatian terhadap Deadlines dan Kualitas
“Saya mengamati beberapa keterlambatan pada proyek terakhir, tetapi saya tahu Anda mampu memperbaikinya. Mari kita bahas cara memastikan semua deadline dipenuhi tanpa mengorbankan kualitas kerja.”
Baca Juga: Apa itu Evaluasi Kinerja Karyawan? Ini 9 Contoh Aspek yang Bisa Dinilai!
Kapan Sebaiknya Menggunakan Penilaian Subjektif?
Meski penilaian subjektif adalah sesuatu yang sebaiknya dihindari jika berlebihan, ada momen-momen tertentu di mana metode ini justru relevan.
Tidak semua aspek kinerja bisa diukur dengan angka, misalnya kemampuan komunikasi, kolaborasi tim, hingga keterlibatan karyawan.
Berikut beberapa situasi di mana penilaian subjektif layak digunakan:
- Evaluasi soft skills, misalnya seperti empati, komunikasi, dan kerja sama.
- Menilai partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam rapat atau proyek.
- Pada konteks kreativitas dan inisiatif, yang sulit diukur dengan indikator kuantitatif.
- Jika perusahaan ingin memahami hubungan interpersonal antar anggota tim.
- Saat menilai kinerja kepemimpinan yang lebih menekankan pada pengaruh dan inspirasi.
Cara Menghindari Bias dalam Penilaian Subjektif
Agar tidak terjebak dalam bias, ada dua pendekatan yang bisa Anda gunakan:
1. Gunakan Pertanyaan Terbuka
Alih-alih sekadar memberi rating angka, gunakan pertanyaan reflektif yang mendorong jawaban mendalam.
Misalnya, “Jika A mendapat tawaran kerja di tempat lain, saya akan…”. Pertanyaan seperti ini membantu manajer mengevaluasi nilai karyawan bagi tim, tanpa terjebak pada asumsi semata.
2. Terapkan 360-Degree Review

Metode ini melibatkan berbagai sudut pandang, mulai dari atasan langsung, rekan kerja, hingga bawahan.
Dengan begitu, hasil evaluasi tidak hanya bergantung pada satu orang penilai. Model multi-sumber ini efektif untuk meminimalkan bias pribadi dan membuat penilaian lebih adil.
Permudah Penilaian Kinerja Karyawan dengan KantorKu HRIS
Agar penilaian subjektif dan objektif bisa berjalan seimbang, Anda memerlukan sistem yang mampu merekam data kinerja karyawan secara transparan. Di sini, KantorKu HRIS hadir sebagai solusi!
Aplikasi ini memungkinkan Anda melakukan penilaian subjektif yang lebih transparan, mengurangi bias, dan meningkatkan kepercayaan karyawan terhadap proses penilaian.

Fitur Penilaian Kinerja di KantorKu HRIS
- OKR/KPI untuk memantau performa tim dan individu.
- 9 Box Review sebagai alat bantu HR dalam pengambilan keputusan strategis.
- 360 Review untuk refleksi tim secara lebih menyeluruh.
- Dashboard analitik interaktif guna memantau performa per tim maupun individu.
- Database terintegrasi untuk mendukung penilaian berbasis data.
Dengan aplikasi penilaian kinerja seperti KantorKu HRIS, HR tidak perlu rumit memberikan penilaian satu per satu.
Cukup 1 kali demo langsung bisa memahami fiturnya. Mau coba demo gratis selama 30 hari? Klik tombol berikut!

Sumber:
Objective vs. Subjective: Giving Helpful Feedback | Gooroo Blog
Subjective vs. Objective Performance Review Feedback | 15 Five

Related Articles

10 Contoh Tenaga Kerja Terlatih dan Keunggulannya Bagi Perusahaan!

Mengenal Helper Gudang: Tugas, Gaji, Skill & Syaratnya
