Culture Fit Test: Arti, Jenis, dan Contoh di Swasta & BUMN
Culture Fit Test adalah metode seleksi yang ukur nilai & perilaku kandidat, digunakan HR swasta dan BUMN demi menjaga budaya perusahaan.
Table of Contents
- Apa Itu Culture Fit Test?
- Elemen yang Dinilai dalam Culture Fit Test
- Bagaimana Culture Fit Test Dilakukan Saat Proses Rekrutmen?
- Kenapa Perusahaan Perlu Mengadakan Culture Fit Test?
- Jenis & Metode Culture Fit Test
- Contoh Pertanyaan Culture Fit Test
- Contoh Culture Fit Test di Beberapa Perusahaan Swasta dan BUMN
- Permudah Administrasi HR dengan Aplikasi KantorKu HRIS Sekarang!
Table of Contents
- Apa Itu Culture Fit Test?
- Elemen yang Dinilai dalam Culture Fit Test
- Bagaimana Culture Fit Test Dilakukan Saat Proses Rekrutmen?
- Kenapa Perusahaan Perlu Mengadakan Culture Fit Test?
- Jenis & Metode Culture Fit Test
- Contoh Pertanyaan Culture Fit Test
- Contoh Culture Fit Test di Beberapa Perusahaan Swasta dan BUMN
- Permudah Administrasi HR dengan Aplikasi KantorKu HRIS Sekarang!
Culture Fit test adalah suatu alat/serangkaian metode dalam proses rekrutmen yang menilai sejauh mana nilai, keyakinan, gaya kerja, dan perilaku seorang kandidat selaras dengan budaya organisasi yang ada.
Untuk mengetahuinya secara lebih dalam dan jelas, berikut di bawah ini sudah kami rangkumkan untuk Anda.
Yuk, simak dan pahami penjelasannya sampai akhir!
Apa Itu Culture Fit Test?

Culture fit test adalah suatu penilaian pada kecakapan teknis antara kandidat dan nilai-nilai operasional, etika kerja, pola komunikasi, dan cara pengambilan keputusan yang dihargai perusahaan.
Menurut AIHR, tujuan praktisnya dari culture fit test adalah mengurangi mismatch budaya yang berujung pada produktivitas menurun, konflik tim, dan turnover tinggi.
Elemen yang Dinilai dalam Culture Fit Test
Sebelum Anda memutuskan apakah kandidat cocok dengan tim, penting untuk tahu aspek apa saja yang perlu diuji.
Sebab, culture fit test dapat menyentuh aspek kepribadian, sikap, hingga cara kandidat berinteraksi dengan orang lain.
Dengan memahami elemen-elemen berikut, Anda bisa menyusun tes yang lebih tepat sasaran, bukan sekadar formalitas.
Berikut adalah beberapa elemen yang akan dinilai dalam culture fit test:
1. Nilai dan Keyakinan (Values & Beliefs)
Kandidat yang memiliki keyakinan selaras dengan organisasi cenderung lebih mudah beradaptasi dan bertahan lebih lama.
Cara paling efektif mengujinya adalah dengan pertanyaan berbasis pengalaman nyata, sehingga kandidat tidak bisa menjawab secara normatif, melainkan memberi bukti perilaku.
- Cara menilai: Pertanyaan perilaku (behavioral) yang meminta contoh konkret, bukan jawaban normatif.
- Contoh:
“Ceritakan situasi di mana Anda harus memilih antara standar etika tim dan target kuantitatif; apa yang Anda lakukan?”
2. Perilaku & Sikap Kerja (Workstyle)
Bagaimana seseorang bekerja sehari-hari akan sangat berpengaruh pada tim. Apakah ia tipe independen atau kolaboratif? Apakah ia lebih cepat namun kurang teliti, atau sebaliknya?
Maka dari itu, inilah yang perlu digali lewat simulasi kerja atau studi kasus, dan tak hanya obrolan di wawancara.
3. Cara Berkomunikasi & Kolaborasi
Komunikasi adalah jantung dari kerja tim, sehingga kandidat yang terbuka terhadap feedback, sopan, dan mampu menyampaikan ide dengan jelas akan memperlancar dinamika kerja.
Untuk menilai hal ini, peran HR bukan hanya mendengar jawaban, tapi juga mengamati bagaimana kandidat berinteraksi dalam situasi nyata, misalnya role-play atau diskusi kelompok.
Metode: Role-play, wawancara panel, atau observasi group exercise.
4. Resiliensi, Pengambilan Risiko & Inovasi
Di sinilah pentingnya menilai sejauh mana kandidat berani mengambil risiko terukur dan belajar dari kegagalan. Terutama di organisasi yang inovatif, kemampuan ini bisa jadi pembeda antara kandidat biasa dengan kandidat luar biasa.
Bagaimana Culture Fit Test Dilakukan Saat Proses Rekrutmen?
Banyak perusahaan melakukan culture fit test tanpa kerangka yang jelas. Akibatnya, hasilnya subjektif, bahkan bias. Agar lebih efektif, sebenarnya ada tahapan yang sebaiknya Anda ikuti.
Dengan langkah ini, proses rekrutmen akan lebih terstruktur, terukur, dan tentu saja minim risiko hukum maupun diskriminasi.
1. Identifikasi & Tuliskan Budaya Perusahaan (Job-Culture Mapping)
Buatlah daftar nilai inti dan perilaku yang wajib ada di organisasi Anda. Susun daftar nilai inti (3–7 items), perilaku yang diharapkan, dan “non-negotiables.” Dokumen ini menjadi dasar desain pertanyaan hingga rubrik penilaian.
2. Job Analysis dan Job-Requirement Alignment
Sesuai UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Surat Edaran Menaker 2025, rekrutmen harus bebas diskriminasi.
Pastikan culture fit relevan dengan tugas jabatan. Jangan jadikan gaya hidup atau preferensi pribadi sebagai syarat, karena rawan diskriminasi.
3. Pilih Metode yang Tepat
Anda bisa mulai dengan survei cepat, lalu melanjutkan ke wawancara perilaku, tes psikometrik, hingga assessment center untuk posisi manajerial. Intinya, gunakan kombinasi yang sesuai dengan level jabatan dan kebutuhan organisasi.
- Survei Online: cepat untuk saringan awal.
- Wawancara Behavioral Terstruktur: validitas tinggi (meta-analisis menunjukkan lebih prediktif dibanding wawancara tidak terstruktur).
- Tes Psikometrik: hanya gunakan vendor berlisensi, pastikan ada bukti validitas & reliabilitas. Wajib sesuai UU PDP 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
- Assessment Center: efektif untuk jabatan manajerial, meski biaya tinggi.
4. Buat Pertanyaan & Skenario
Pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang meminta kandidat bercerita dari pengalaman nyata, bukan sekadar opini. Gunakan format STAR (Situation, Task, Action, Result) agar jawaban lebih terstruktur.
- “Ceritakan saat Anda menerima kritik publik dari atasan. Bagaimana respons Anda?”
- “Anda diminta mengubah prioritas yang berdampak ke tim. Bagaimana cara Anda mengomunikasikannya?”
5. Penilaian Multirater & Kalibrasi
Dalam praktiknya, ketika Anda hanya mengandalkan satu pewawancara tentu akan sangat berisiko.
Oleh karena itu, libatkan beberapa penilai, lakukan kalibrasi skor, dan pastikan setiap evaluasi objektif. Dengan begitu, keputusan akhir tidak bias pada satu sudut pandang saja.
Libatkan minimal 2–3 penilai (HR, hiring manager, anggota tim). Lakukan sesi kalibrasi untuk mengurangi bias.
6. Evaluasi & Keputusan (Gabungan Skill Fit + Culture Fit)
Meskipun culture fit memang penting, tapi jangan jadikan ini satu-satunya alasan bagi Anda untuk menerima atau menolak kandidat.
Sebaiknya,gabungkan dengan skill test, lalu buat bobot yang sesuai dengan kebutuhan jabatan. Ini akan menghasilkan keputusan rekrutmen yang lebih seimbang.
Contoh bobot keputusan:
- Skill Fit: 70%
- Culture Fit: 30%
Tabel Perbandingan Metode Penilaian
Baca Juga: Panduan Menyusun SOP Rekrutmen Karyawan Baru untuk HRD
Kenapa Perusahaan Perlu Mengadakan Culture Fit Test?
Culture fit test saat ini adalah suatu kebutuhan strategis untuk menjaga keberlanjutan bisnis bagi tiap perusahaan dimana pun.
Sebab, tanpa adanya kesesuaian budaya, perusahaan dapat berisiko menghadapi tingkat turnover yang tinggi, konflik internal, serta produktivitas yang menurun.
Berikut beberapa alasan terukur mengapa perusahaan perlu menerapkan culture fit test:
1. Meningkatkan Retensi & Mengurangi Turnover
Karyawan yang cocok dengan budaya organisasi cenderung akan lebih betah bertahan. Survei global menunjukkan bahwa hampir 50% karyawan resign karena budaya perusahaan buruk, sementara 7 dari 10 kandidat menolak tawaran kerja jika merasa tidak cocok dengan budaya perusahaan.
2. Meningkatkan Produktivitas & Kepuasan Kerja
Selain itu, karyawan yang merasa cocok dengan budaya perusahaan cenderung akan menempatkan dirinya lebih engaged, proaktif, dan memberikan kontribusi secara ekstra.
Oleh karena itu, dampaknya akan membuat produktivitas meningkat, biaya pelatihan dan rekrutmen berulang pun akan menurun.
3. Mengurangi Konflik Internal & Menguatkan Employer Brand
Budaya yang selaras juga akan mengurangi friksi dalam komunikasi tim di dalammya. Dengan begitu, perusahaan yang dikenal memiliki budaya positif akan lebih mudah menarik kandidat berkualitas.
Tabel Manfaat Culture Fit Test
Jenis & Metode Culture Fit Test
Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan bisa menggunakan metode yang sama untuk menilai culture fit karena setiap metode punya kekuatan dan keterbatasannya tersendiri.
Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memahami jenis-jenis tes ini agar bisa memilih kombinasi yang paling sesuai dengan kebutuhan, tingkat jabatan, dan budaya organisasi.
1. Survei Online/Cultural Fit Questionnaire
Metode ini adalah pilihan tercepat untuk tahap awal penyaringan kandidat. Lewat pertanyaan berbasis skala, Anda bisa mendapatkan gambaran seberapa besar kesesuaian kandidat dengan nilai-nilai inti perusahaan.
Namun, hasilnya hanya bisa dijadikan indikator awal, bukan keputusan akhir.
- Kelebihan: cepat, mudah, dan bisa otomatis dengan HRIS.
- Kelemahan: rentan bias self-reporting.
2. Wawancara Behavioral Terstruktur
Wawancara dengan pertanyaan yang konsisten dan rubrik penilaian standar terbukti jauh lebih valid dibanding wawancara bebas. Dengan metode ini, HR bisa menggali pengalaman nyata kandidat untuk melihat apakah perilakunya sesuai dengan budaya yang diinginkan.
- Kelebihan: reliabilitas tinggi karena pakai pertanyaan konsisten + rubrik penilaian.
- Kelemahan: butuh interviewer yang terlatih.
3. Tes Psikometrik Berlisensi
Tes ini mengukur aspek psikologis seperti kepribadian, gaya kerja tim, hingga toleransi risiko. Namun, penggunaannya harus hati-hati karena menyangkut data pribadi.
Pastikan vendor tes yang Anda gunakan memiliki bukti validitas, reliabilitas, dan mengikuti regulasi perlindungan data.
- Kelebihan: objektif, berbasis teori kepribadian (Big Five, DISC).
- Kelemahan: wajib vendor resmi + kepatuhan UU Perlindungan Data Pribadi.
4. Assessment Center & Simulasi Kerja
Metode ini dianggap paling komprehensif untuk posisi manajerial atau strategis. Kandidat ditempatkan dalam simulasi situasi nyata sehingga HR bisa melihat langsung bagaimana mereka berperilaku.
- Kelebihan: observasi langsung perilaku nyata.
- Kelemahan: mahal dan makan waktu.
KantorKu HRIS bantu kelola absensi, payroll, cuti, slip gaji, dan BPJS dalam satu aplikasi.
Contoh Pertanyaan Culture Fit Test
Berikut contoh pertanyaan berbasis metode STAR (Situation, Task, Action, Result) yang bisa dipakai interviewer:
1. Kolaborasi
Kolaborasi adalah inti dari hampir semua budaya perusahaan. Pertanyaan di area ini bertujuan untuk mengetahui apakah kandidat mampu beradaptasi dengan gaya kerja orang lain dan tetap berorientasi pada hasil tim, bukan hanya hasil pribadi.
Pertanyaan:
“Ceritakan pengalaman ketika Anda harus bekerja sama dengan rekan tim yang memiliki gaya kerja berbeda. Apa yang Anda lakukan?”
2. Integritas
Integritas adalah pondasi utama dalam membangun kepercayaan, baik dengan tim internal maupun stakeholder eksternal. Pertanyaan ini digunakan untuk melihat apakah kandidat dapat menjaga standar etika meskipun ada tekanan untuk memenuhi target.
Pertanyaan:
“Pernahkah Anda menghadapi dilema etika antara memenuhi target dengan tetap menjaga standar kerja? Bagaimana Anda menyelesaikannya?”
3. Adaptabilitas
Dunia kerja selalu berubah dengan cepat, terutama di era digital. Dengan pertanyaan ini, interviewer dapat mengukur kemampuan kandidat dalam menerima perubahan mendadak dan menyelaraskan prioritas tanpa kehilangan fokus.
Pertanyaan:
“Bagaimana Anda menyikapi perubahan mendadak dari atasan yang mengubah prioritas tim?”
4. Feedback
Karena budaya yang sehat tentu tidak bisa dilepaskan dari keterbukaan terhadap feedback, maka pertanyaan di area ini akan menguji apakah kandidat bersikap defensif atau justru mampu menjadikan masukan sebagai bahan perbaikan diri.
Pertanyaan:
“Ceritakan pengalaman saat Anda menerima kritik terbuka di depan tim. Bagaimana respons Anda?”
Contoh Culture Fit Test di Beberapa Perusahaan Swasta dan BUMN
Karena setiap perusahaan punya karakter budaya yang berbeda, sehingga pendekatan tes yang digunakan juga bervariasi.
Oleh karena itu, agar Anda mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai hal ini, berikut adalah beberapa contoh culture fit test di beberapa perusahaan swasta dan BUMN yang bisa Anda pelajari:
1. Zappos (Swasta Internasional – E-commerce)
Zappos dikenal sebagai perusahaan yang berani dalam menjaga budaya mereka. Lewat kebijakan “The Offer”, mereka bahkan membayar kandidat baru untuk mundur jika merasa tidak cocok.
Cara ini menunjukkan bahwa bagi Zappos, budaya lebih penting daripada sekadar jumlah karyawan.
- Metode: Onboarding + “The Offer” (bayaran untuk mundur bila merasa tidak cocok).
- Tujuan: Mengeliminasi early mismatch dengan cepat.
- Pelajaran: Lebih baik kehilangan kandidat lebih awal daripada membiarkan mismatch berkembang.
2. Netflix (Swasta Internasional – Entertainment/Tech)
Budaya keterbukaan dan standar tinggi di Netflix membuat mereka mengembangkan “Keeper Test”: hanya mempertahankan karyawan yang benar-benar ingin mereka pertahankan.
Pendekatan ini sangat efektif di industri kreatif dengan kompetisi ketat, meski juga menimbulkan kontroversi.
- Metode: “Keeper Test” & wawancara berorientasi nilai (candor, high performance).
- Tujuan: Menjamin kandidat sejalan dengan budaya keterbukaan & standar tinggi.
- Pelajaran: Cocok untuk perusahaan dengan budaya performa tinggi, tapi bisa berisiko mengurangi diversitas.
3. Telkom Indonesia (BUMN Telekomunikasi)
Sebagai salah satu BUMN, Telkom menggunakan kombinasi psikotes dan wawancara behavioral untuk menilai kesesuaian dengan nilai inti “Solid, Speed, Smart”. Fokus mereka tak hanya pada keterampilan teknis, tapi juga integritas dan kolaborasi.
- Metode: Kombinasi psikotes berlisensi + wawancara behavioral.
- Fokus: Kesesuaian dengan nilai utama The Telkom Way (solid, speed, smart).
- Pelajaran: BUMN cenderung menekankan keseimbangan antara integritas, kerja sama, dan profesionalisme.
Baca Juga: 9 Contoh Aptitude Test Siap Pakai, Lengkap [+ Contoh & Jawaban]
4. Pertamina (BUMN Energi)
Kemudian, ada juga dari Pertamina yang menerapkan assessment center untuk menilai kepemimpinan, integritas, dan kepedulian lingkungan. Simulasi proyek energi menjadi cara mereka melihat langsung apakah kandidat mampu mengambil keputusan kritis di industri berisiko tinggi.
- Metode: Assessment center + simulasi kasus nyata (contoh: manajemen proyek energi).
- Fokus: Integritas, kepemimpinan, adaptabilitas, dan kepedulian lingkungan.
- Pelajaran: Cocok untuk sektor high-risk dengan kebutuhan kepatuhan tinggi.
Tabel Perbandingan Praktik Culture Fit Test
Baca Juga: 15 Cara Merekrut Karyawan yang Efektif dan Berkualitas
Permudah Administrasi HR dengan Aplikasi KantorKu HRIS Sekarang!
Mengelola culture fit test secara manual tentu bisa menjadi sangat rumit: mulai dari menyusun pertanyaan, menilai rubrik, hingga memastikan data kandidat tetap aman. Maka dari itu, di sinilah KantorKu HRIS bisa membantu Anda secara lebih nyata.
Yuk, saatnya ubah culture fit test dari sekadar opini menjadi keputusan HR berbasis data. Coba demo gratis KantorKu HRIS dan temukan bagaimana sistem ini bisa membuat rekrutmen Anda lebih cepat, akurat, dan patuh regulasi!
Sumber:
AIHR. What Is a Cultural Assessment? How To Perform Yours in 2025 [+ Sample Questions].

Related Articles

Apa itu Recruitment Agency? Manfaat, Tips Memilih & Rekomendasi

FGD Adalah: Arti, Tujuan, & 6 Tahapan untuk Rekrut Kandidat!
