Unpaid Leave: Aturan, Rumus, & Cara Hitungnya!
Unpaid leave adalah cuti tanpa gaji. Umumnya 1–30 hari, gaji dipotong per hari cuti sesuai aturan perusahaan & regulasi kerja.
Table of Contents
- Apa Itu Unpaid Leave atau Cuti Tidak Dibayar?
- Aturan Hukum Cuti Tidak Berbayar atau Unpaid Leave
- Konsekuensi Mengambil Unpaid Leave
- Alasan Umum Karyawan Mengambil Unpaid Leave
- Cara Menghitung Gaji saat Ada Unpaid Leave
- Contoh Perhitungan Unpaid Leave
- Cara Mengajukan Unpaid Leave
- FAQ Seputar Unpaid Leave
- Kelola Unpaid Leave dan Absensi Tanpa Ribet dengan KantorKu!
Table of Contents
- Apa Itu Unpaid Leave atau Cuti Tidak Dibayar?
- Aturan Hukum Cuti Tidak Berbayar atau Unpaid Leave
- Konsekuensi Mengambil Unpaid Leave
- Alasan Umum Karyawan Mengambil Unpaid Leave
- Cara Menghitung Gaji saat Ada Unpaid Leave
- Contoh Perhitungan Unpaid Leave
- Cara Mengajukan Unpaid Leave
- FAQ Seputar Unpaid Leave
- Kelola Unpaid Leave dan Absensi Tanpa Ribet dengan KantorKu!
Unpaid leave adalah jenis cuti yang diambil karyawan di luar jatah cuti berbayar yang telah ditentukan perusahaan.
Mungkin Anda bertanya, apakah unpaid leave dipotong gaji? Jawabannya, ya. Sesuai namanya, unpaid leave atau cuti tanpa upah berarti perusahaan tidak berkewajiban membayar gaji selama karyawan mengambil cuti tersebut.
Jadi, jika Anda menemui karyawan mengambil unpaid leave, gajinya akan dipotong sesuai jumlah hari cuti yang diambil.
Sebagai contoh, jika seorang karyawan mengambil unpaid leave selama 3 hari, maka gajinya akan dikurangi sebesar upah untuk 3 hari kerja.
Perlu diingat, aturan unpaid leave bisa berbeda-beda tiap perusahaan, tergantung kebijakan internal yang berlaku. Oleh karenanya, penting untuk memahami cara hitung unpaid leave agar potongan gaji dapat dilakukan secara jelas, adil, dan transparan.
Dalam artikel ini, kami akan membahas arti unpaid leave, aturan, serta cara menghitungnya. Yuk, simak!
Apa Itu Unpaid Leave atau Cuti Tidak Dibayar?

Unpaid leave atau cuti tidak dibayar adalah izin yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan untuk tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu, di mana perusahaan tidak berkewajiban membayar upah selama masa cuti tersebut.
Konsep dasarnya berakar pada prinsip “No Work, No Pay” (tidak bekerja, tidak ada upah). Unpaid leave diambil di luar hak cuti berbayar yang diatur undang-undang (seperti cuti tahunan, cuti sakit berbayar, cuti melahirkan, dan cuti penting lainnya).
Hal ini adalah kebijakan yang sifatnya opsional bagi perusahaan dan sering kali menjadi solusi ketika karyawan membutuhkan waktu istirahat lebih, namun jatah cuti berbayarnya sudah habis atau alasan cutinya tidak termasuk dalam kategori cuti berbayar wajib.
Baca Juga: Apakah Cuti Potong Gaji? Ketahui Aturan Lengkapnya!
Aturan Hukum Cuti Tidak Berbayar atau Unpaid Leave
Di Indonesia, pengaturan mengenai unpaid leave oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13 Tahun 2003 yang kini diintegrasikan ke dalam UU Cipta Kerja No. 6 Tahun 2023).
Penting untuk dicatat, ketentuan hukum tidak mewajibkan perusahaan untuk menyetujui unpaid leave.
Keputusanmu sebagai HR harus didasarkan pada pertimbangan operasional dan alasan kemanusiaan yang mendesak, dan harus selalu dituangkan dalam kesepakatan tertulis untuk menghindari sengketa hubungan industrial di masa depan.
Berikut adalah poin-poin aturan yang menjadi dasar pijakan kebijakan unpaid leave:
1. Pasal 93 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (sekarang dalam UU Cipta Kerja
Pasal 93 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan prinsip dasar “Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan.” Ini menjadi justifikasi hukum utama bagi perusahaan untuk tidak membayarkan upah selama karyawan mengambil cuti di luar tanggungan perusahaan.
2. Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan (Pengecualian)
Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan ini menyebutkan daftar jenis cuti dan keadaan tertentu di mana perusahaan tetap wajib membayar upah.
Dalam hal ini misalnya:
- cuti tahunan
- sakit dengan surat dokter
- cuti haid
- melahirkan
- dan cuti karena alasan penting seperti menikah
Karena unpaid leave berada di luar daftar pengecualian ini, perusahaan tidak berkewajiban membayarnya.
3. Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah aturan internal yang mutlak Anda butuhkan. PP/PKB wajib mengatur secara spesifik detail-detail pelaksanaan Unpaid Leave, seperti:
- Syarat Pengajuan: Kriteria karyawan yang boleh mengajukan (misal: harus sudah bekerja minimal 1 tahun).
- Durasi Maksimum: Batas waktu cuti yang diperbolehkan (misal: maksimal 30 hari dalam satu tahun fiskal).
- Konsekuensi Finansial dan Non-Finansial: Termasuk pemotongan gaji, tunjangan, dan pengaturan pembayaran iuran BPJS Kesehatan/Ketenagakerjaan selama masa cuti.
4. Asas Kepatutan dan Keadilan
Meskipun diskresional, kebijakan unpaid leave harus dilaksanakan dengan adil dan tidak diskriminatif.
Jika alasan karyawan sangat mendesak dan semua jatah cuti berbayar telah habis, pemberian Unpaid Leave dapat menjadi praktik HR yang baik untuk meningkatkan Employee Engagement dan retensi kandidat di perusahaanmu.
Baca Juga: Aturan Cuti Karyawan Swasta Terbaru Sesuai UU Ketenagakerjaan
Konsekuensi Mengambil Unpaid Leave

Mengambil unpaid leave bukan tanpa risiko, baik bagi karyawan maupun perusahaan. Anda perlu mengkomunikasikan konsekuensi ini secara transparan dan kritis.
Konsekuensi Bagi Karyawan
Memutuskan mengambil unpaid leave sering kali terasa seperti solusi instan, namun Anda harus memastikan karyawan menyadari bahwa keputusan ini datang dengan serangkaian konsekuensi yang melampaui sekadar absen kerja.
Konsekuensi dapat memengaruhi status kepesertaan jaminan sosial dan hak cuti di masa depan, menjadikannya topik yang wajib dikomunikasikan secara transparan oleh HR.
1. Pemotongan Upah Pokok secara Proporsional
Ini adalah konsekuensi finansial yang paling langsung dan jelas. Berdasarkan prinsip, gaji pokok karyawan akan dipotong secara proporsional sesuai dengan jumlah hari kalender atau hari kerja efektif yang mereka ambil sebagai Unpaid Leave.
HR wajib menggunakan metode perhitungan yang konsisten (basis hari kalender/hari kerja) dan mengkomunikasikannya di awal. Pemotongan ini mengurangi Upah Dasar yang menjadi patokan perhitungan pajak dan BPJS.
2. Penghentian Tunjangan Tetap dan Tidak Tetap
Hampir semua perusahaan akan menghentikan pembayaran tunjangan selama periode unpaid leave, dan ini harus diatur secara tegas dalam Peraturan Perusahaan (PP).
- Tunjangan Tidak Tetap (Makan & Transport): Tunjangan ini secara otomatis dihilangkan 100% karena ketiadaan kehadiran fisik di tempat kerja atau pelaksanaan tugas.
- Tunjangan Tetap (Jabatan/Keluarga): Tunjangan ini dapat dipotong proporsional atau dihilangkan seluruhnya, terutama jika menjadi bagian dari Upah Basis yang digunakan dalam rumus pemotongan.
3. Kewajiban Iuran BPJS (Kesehatan & Ketenagakerjaan)
Ini adalah area yang paling krusial dan sering dilupakan. Meskipun karyawan sedang unpaid leave, status hubungan kerja tidak terputus, sehingga kepesertaan BPJS harus tetap aktif.
- Tanggung Jawab Pembayaran: Perusahaan tetap wajib menanggung porsi iuran BPJS yang menjadi kewajibannya. Namun, karyawan tetap wajib membayar porsi iuran dirinya (misal: porsi 1% untuk Kesehatan).
- Mekanisme: Karena karyawan tidak menerima gaji atau gajinya terpotong, HR harus mengatur mekanisme agar porsi karyawan tetap terbayar, biasanya dengan memotong akumulasi iuran di gaji bulan berikutnya setelah mereka kembali bekerja.
4. Pengurangan (Pro-rata) Hak Cuti Tahunan Mendatang
Unpaid leave jangka panjang dapat memengaruhi hak normatif karyawan di masa depan. Beberapa perusahaan menerapkan aturan pro-rata (pengurangan proporsional) hak cuti tahunan di periode berikutnya.
Jika total unpaid leave karyawan melebihi ambang batas tertentu (misalnya, lebih dari 30 hari atau 60 hari dalam satu tahun). Prinsip ini didasarkan pada asumsi berkurangnya masa kerja efektif untuk akumulasi cuti.
5. Hilangnya Hak Bonus dan Tunjangan Berbasis Kinerja
Setiap kompensasi yang dihubungkan dengan kehadiran, kinerja, atau produktivitas akan terpengaruh signifikan.
- Bonus Kinerja Tahunan/Triwulan: Karyawan berisiko menerima potongan besar pada bonus yang berbasis pada pencapaian KPI (Key Performance Indicator) karena total hari kerja (atau jam kerja) efektif yang hilang dapat menyebabkan kegagalan memenuhi ambang batas Minimum Required Performance.
- Insentif Kehadiran: Tunjangan yang diberikan murni sebagai insentif kehadiran otomatis gugur selama periode Unpaid Leave.
Konsekuensi Bagi Perusahaan
Bagi perusahaan, persetujuan atas pengajuan cuti tidak dibayar adalah keputusan manajemen risiko yang kompleks.
HR harus secara kritis mengukur dampak langsung dan tidak langsung dari absennya satu karyawan terhadap efisiensi tim, kepatuhan administrasi, dan yang terpenting, moralitas seluruh tenaga kerja.
1. Gangguan Kontinuitas Bisnis dan Beban Kerja Tim
Absennya karyawan terutama untuk posisi krusial atau unpaid leave jangka panjang, secara langsung menyebabkan kekosongan operasional.
- Kritis Operasional: Tanpa back-up plan yang solid, pekerjaan akan terhenti, berpotensi menyebabkan penurunan kualitas layanan atau keterlambatan project timeline.
- Moral Tim: Tugas yang ditinggalkan akan dilimpahkan kepada rekan kerja, yang dapat memicu kelelahan (burnout) dan perasaan tidak adil di kalangan karyawan yang tersisa. Ini dapat menurunkan employee norale secara keseluruhan.
2. Peningkatan Risiko Administrasi dan Payroll
Penerapan unpaid leave meningkatkan kompleksitas administratif HR dan Payroll secara eksponensial.
- Penyimpangan Payroll: HR harus memastikan sistem HRIS menghitung pemotongan gaji secara akurat (termasuk penyesuaian tunjangan dan PPh 21) dan konsisten.
- Manajemen BPJS: Proses penagihan dan penyetoran iuran BPJS porsi karyawan yang sedang Unpaid Leave memerlukan workflow manual atau pelacakan khusus, menambah beban kerja tim Payroll.
- Dokumentasi Hukum: Setiap persetujuan memerlukan Surat Persetujuan Cuti (SPC) dan terkadang Adendum Kontrak yang wajib diarsipkan untuk kepatuhan hukum dan audit.
3. Risiko Penurunan Employee Retention dan Turnover Dini
Penanganan kebijakan Unpaid Leave secara kaku, tidak konsisten, atau bahkan diskriminatif dapat merusak citra perusahaan dan berdampak pada retensi talenta.
- Pemicu Resignation: Jika karyawan merasa permohonan yang beralasan kuat (misal: medis keluarga) ditolak mentah-mentah, mereka cenderung memilih resign (mengundurkan diri) daripada kehilangan gaji dan tidak bisa menyelesaikan masalah pribadinya.
- Dampak Reputasi: Penanganan yang buruk merusak Employer Branding dan dapat mempersulit tim Recruitment untuk menarik talenta berkualitas tinggi di masa depan.
4. Kebutuhan Hiring Jangka Pendek atau Perekrutan Pengganti
Dalam kasus unpaid leave yang sangat panjang (misalnya lebih dari tiga bulan), HR mungkin harus mengambil keputusan strategis untuk menjaga fungsi bisnis, seperti:
- Perekrutan Jangka Pendek: Mengganti posisi yang kosong dengan karyawan kontrak sementara (project-based atau freelancer), yang memerlukan upaya hiring dan onboarding ekstra.
- Pengaturan Posisi: Untuk unpaid leave yang durasinya tidak menentu, perusahaan mungkin perlu mengatur ulang tanggung jawab atau bahkan mempersiapkan kemungkinan terburuk jika karyawan tidak dapat kembali sesuai jadwal yang disepakati.
Alasan Umum Karyawan Mengambil Unpaid Leave

Memahami motif di balik pengajuan unpaid leave sangat penting agar Anda dapat merancang kebijakan yang fleksibel namun tetap terkontrol. Alasan-alasan ini seringkali berada di luar cakupan cuti berbayar wajib yang diatur undang-undang.
Berikut adalah alasan umum karyawan mengambil unpaid leave di sebuah perusahaan:
1. Kebutuhan Medis dan Keluarga Mendesak
Alasan yang pertana ini bisa mencakup pendampingan keluarga inti (orang tua, pasangan, anak) yang sakit parah/kronis, atau pemulihan diri dari sakit yang melebihi jatah cuti sakit berbayar (misalnya, setelah melewati batas 4 bulan berbayar sesuai UU).
Tindakan HR:
Prioritaskan aspek kemanusiaan. Selalu minta surat keterangan dokter yang valid dan pertimbangkan loyalitas jangka panjang karyawan.
2. Pendidikan dan Pengembangan Diri Jangka Panjang
Alasan yang kedua adalah karyawan mengambil program studi non-gelar yang intensif, kursus spesialisasi, atau program beasiswa di luar negeri yang durasinya tidak mungkin diselesaikan dengan cuti tahunan.
Tindakan HR:
Pandang ini sebagai investasi tersembunyi. Pertimbangkan persetujuan dengan ikatan dinas kembali untuk memastikan perusahaan mendapatkan return dari peningkatan skill karyawan.
3. Keterbatasan Kuota Cuti Tahunan
Alasan paling administratif. Karyawan telah menghabiskan seluruh jatah cuti tahunan (12 hari kerja), namun ada kebutuhan mendesak untuk urusan pribadi yang tidak dapat dihindari.
Tindakan HR:
Unpaid leave adalah solusi administratif terbaik di sini, namun pastikan ini bukan pola pengajuan yang berulang.
4. Kewajiban Agama, Budaya, atau Force Majeure Pribadi
Alasan unpaid leave berikutnya meliputi pelaksanaan ibadah haji/umroh yang bukan ditanggung perusahaan, upacara adat/keluarga yang sangat penting, atau musibah keluarga besar.
Berikan pertimbangan khusus dan empati, namun tetap meminta bukti pendukung yang relevan.
- Cuti tahunan (12 hari kerja), namun ada kebutuhan mendesak untuk urusan pribadi yang tidak dapat dihindari.
Tindakan HR: Unpaid Leave adalah solusi administratif terbaik di sini, namun pastikan ini bukan pola pengajuan yang berulang.
- Kewajiban Agama, Budaya, atau Force Majeure Pribadi: Meliputi pelaksanaan ibadah haji/umroh yang bukan ditanggung perusahaan, upacara adat/keluarga yang sangat penting, atau musibah keluarga besar.
Tindakan HR: Berikan pertimbangan khusus dan empati, namun tetap meminta bukti pendukung yang relevan.
Cara Menghitung Gaji saat Ada Unpaid Leave
Berikutnya, salah satu tugas terpentingmu sebagai HR adalah memastikan perhitungan payroll tetap akurat. Pemotongan gaji harus proporsional dan transparan.
Rumus Perhitungan Gaji Proporsional
Perhitungan pemotongan harus menggunakan basis upah yang menjadi hak karyawan (Gaji Pokok dan Tunjangan Tetap).
Rumus Perhitungan Unpaid Leave
Potongan Unpaid Leave =
( (Gaji Pokok + Tunjangan Tetap) ÷ Jumlah Hari Kalender dalam Bulan Terkait )
× Jumlah Hari Unpaid Leave
Basis perhitungan yang paling adil adalah menggunakan jumlah hari kalender (misal: 30 atau 31 hari), bukan hari kerja efektif (misal: 21 hari). Ini menghindari persepsi diskriminasi dan memberikan nilai potong harian yang konsisten.
HR wajib mengeliminasi Tunjangan Tidak Tetap (THP) seperti makan/transport secara terpisah sebelum perhitungan ini, karena tunjangan tersebut tidak termasuk Upah Basis yang menjadi hak tetap karyawan.
Contoh Perhitungan Unpaid Leave
Misalnya Karyawan D mengambil 7 hari unpaid leave di bulan November (30 Hari Kalender):
Gaji Pokok + Tunjangan Tetap (Upah Basis)
= Rp 10.500.000
Nilai Upah Harian Proporsional
Rp 10.500.000/30 hari = Rp 350.000
Total Potongan Unpaid Leave
= Rp 350.000 × 7 hari = Rp 2.450.000
Gaji Kotor Setelah Potongan (Sebelum PPh 21 & BPJS)
Rp 10.500.000−Rp 2.450.000 = Rp 8.050.000
Tentu. Sebagai HR profesional, Anda membutuhkan panduan yang terstruktur, mendalam, dan praktis mengenai kebijakan Unpaid Leave. Berikut adalah revamp lengkap dari semua sisa konten yang Anda minta, dengan penambahan detail kritis dan struktur yang spesifik.
💰 Simulasi Perhitungan Gaji
Masukkan nilai gaji di bawah untuk melihat breakdown gaji dan potongan.
Total Take Home Pay: Rp 0
Catatan: Perhitungan ini hanya estimasi dan bisa berbeda dengan hasil sebenarnya. Faktor seperti PTKP, status kawin/tanggungan, aturan pajak terbaru, dan kebijakan perusahaan dapat memengaruhi hasil perhitungan.
Cara Mengajukan Unpaid Leave

Unpaid leave adalah cuti tanpa dibayar, biasanya digunakan karyawan jika sudah kehabisan jatah cuti tahunan atau memiliki kebutuhan mendesak di luar ketentuan cuti resmi.
Agar proses pengajuan berjalan lancar, penting untuk memahami prosedur yang berlaku di perusahaan.
1. Pahami Aturan Perusahaan
Sebelum mengajukan, pastikan Anda memahami kebijakan perusahaan mengenai unpaid leave. Tidak semua perusahaan memberikan izin yang sama, ada yang memperbolehkan, ada yang sangat membatasi.
- Baca Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
- Cek SOP HRD tentang cuti dan izin.
- Perhatikan syarat minimal, misalnya masa kerja tertentu.
2. Siapkan Alasan yang Jelas
Pengajuan unpaid leave lebih mudah diterima jika alasan yang diajukan masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan.
- Alasan pribadi: pernikahan, perjalanan keluarga, atau urusan mendesak.
- Alasan medis: perawatan diri atau keluarga, jika tidak ditanggung cuti sakit.
- Alasan studi/pelatihan: mengikuti kursus atau pendidikan tambahan.
3. Diskusikan dengan Atasan Langsung
Sebelum membuat permohonan resmi, bicarakan terlebih dahulu dengan atasan. Hal ini membantu perusahaan mengatur alur pekerjaan ketika Anda tidak ada.
- Sampaikan rencana tanggal dan durasi unpaid leave.
- Cari solusi bersama untuk memastikan pekerjaan tetap berjalan.
4. Ajukan Surat Resmi atau Formulir Unpaid Leave
Setelah mendapat persetujuan lisan, langkah selanjutnya adalah mengajukan surat resmi atau mengisi formulir cuti yang disediakan HRD.
- Tuliskan data diri (nama, jabatan, divisi).
- Cantumkan tanggal mulai dan berakhirnya unpaid leave.
- Sertakan alasan singkat dan jelas.
- Tanda tangani, lalu serahkan ke HRD atau atasan sesuai prosedur.
5. Tunggu Persetujuan HRD dan Manajemen
HRD akan memproses pengajuan dan memastikan apakah unpaid leave bisa disetujui.
- Ada perusahaan yang mensyaratkan tanda tangan manajer, bahkan direktur.
- Setelah disetujui, simpan salinan dokumen untuk arsip pribadi.
6. Persiapkan Pekerjaan Sebelum Cuti
Agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari, pastikan pekerjaan sudah dipersiapkan sebelum mengambil unpaid leave.
- Delegasikan tugas ke rekan kerja.
- Buat catatan singkat atau instruksi untuk tim.
- Informasikan kontak darurat jika dibutuhkan selama cuti.
FAQ Seputar Unpaid Leave
Unpaid leave sering menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan karyawan, mulai dari aturan, konsekuensi gaji, hingga prosedur pengajuan.
Untuk membantu Anda memahami lebih jelas, berikut kumpulan FAQ seputar unpaid leave yang paling sering ditanyakan.
a. Apakah Permohonan Unpaid Leave Harus Disetujui?
Tidak, permohonan unpaid leave tidak harus disetujui. Berbeda dengan cuti tahunan yang merupakan hak normatif wajib, unpaid leave adalah bentuk kelonggaran dan kebijakan diskresional dari perusahaan. HR berhak menolak permohonan jika:
- Alasan cuti dianggap tidak mendesak atau tidak dapat dibenarkan.
- Pengajuan melanggar durasi maksimum yang ditetapkan dalam PP/PKB.
- Absennya karyawan pada periode tersebut akan menyebabkan gangguan operasional yang signifikan (misalnya, bertepatan dengan deadline kritis atau audit).
Penolakan harus didasarkan pada alasan operasional yang kuat dan dikomunikasikan secara profesional.
Agar keputusan persetujuan dan penolakanmu selalu fair dan terdokumentasi, gunakan sistem terintegrasi.
Dengan KantorKu! HRIS, setiap pengajuan unpaid leave langsung melalui alur approval berlapis yang terekam.

Manajer dapat memberikan rekomendasi operasional, dan HR dapat memberikan keputusan akhir berdasarkan kepatuhan pada PP, sehingga tidak ada lagi keputusan subjektif atau form yang hilang!
b. Kapan Karyawan Bisa Mengajukan Unpaid Leave?
Karyawan idealnya mengajukan Unpaid Leave hanya ketika dua kondisi ini terpenuhi:
- Semua Hak Cuti Berbayar Telah Habis: Karyawan telah menggunakan seluruh jatah cuti tahunan, cuti besar, atau jatah cuti berbayar lainnya.
- Alasan Cuti Tidak Termasuk Kategori Cuti Berbayar Wajib: Alasan cuti di luar daftar yang diwajibkan oleh Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan (misalnya, menempuh pendidikan jangka panjang, masalah keluarga yang bukan kategori penting, atau extended leave setelah pemulihan sakit panjang).
Ini adalah solusi last resort ketika karyawan menghadapi kebutuhan waktu mendesak.
c. Berapa Lama Durasi Unpaid Leave?
Tidak ada batasan durasi maksimum yang ditetapkan secara spesifik oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan. Durasi sepenuhnya diserahkan pada:
- Peraturan Perusahaan (PP/PKB): Sebagian besar perusahaan menetapkan batas internal (misalnya, maksimal 30, 45, atau 60 hari dalam satu tahun fiskal).
- Kesepakatan Tertulis: Untuk cuti yang sangat panjang (misalnya 3 bulan hingga 1 tahun), HR wajib membuat Surat Kesepakatan Khusus (Adendum Kontrak) yang merinci konsekuensi finansial (termasuk status BPJS) dan jaminan posisi kerja saat karyawan kembali.
Kelola Unpaid Leave dan Absensi Tanpa Ribet dengan KantorKu!
Mengelola unpaid leave adalah proses administratif yang sarat risiko, mulai dari persetujuan berjenjang, penyesuaian BPJS, hingga perhitungan payroll yang rumit. Jangan biarkan proses ini manual dan berisiko human error!
Ini saatnya kelola unpaid leave dan absensi karyawanmu secara strategis dengan software Attendance Management KantorKu HRIS.
KantorKu HRIS memungkinkanmu untuk:
- Otomatisasi Alur Approval: Atur alur persetujuan berlapis dari Manajer → HR, langsung di sistem.
- Perhitungan Payroll Akurat: Data unpaid leave yang disetujui langsung masuk ke modul payroll, memastikan pemotongan gaji proporsional terjadi secara otomatis dan akurat sesuai rumus yang Anda tetapkan.

- Transparansi & Kepatuhan: Karyawan dapat melacak status cutinya, dan semua persetujuan serta dokumen hukum (SPC) terarsip rapi, menjaga perusahaan tetap patuh hukum.
Beberapa fitur unggulan absensi online KantorKu HRIS:
- Pengaturan jadwal kerja shift
- Pengaturan waktu istirahat
- Laporan absensi otomatis
- Terintegrasi dengan payroll
- Absensi fleksibel via smartphone
- Absensi dengan GPS & selfie
- Pengajuan jadwal & koreksi absen
- Laporan bisa diakses kapan saja
Saatnya tingkatkan kinerja tim Anda dan biarkan KantorKu HRIS urus administrasi secara lebih transparan, otomatis, dan real-time.
Sumber:
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Unpaid leave adalah jenis cuti yang diambil karyawan di luar jatah cuti berbayar yang telah ditentukan perusahaan.
Related Articles
Bonus Tahunan Karyawan: Cara Menghitung, Kewajiban, & Dasar Hukumnya
10 Jenis Bonus Tahunan Karyawan: THR, Gaji ke-13, Tantiem, & Performance Bonus

