Reimbursement PPh 23: Cara Hitung & Syarat agar Tidak Dipotong

Bingung soal reimbursement PPh 23? Pelajari kapan penggantian biaya kena pajak, kapan tidak, hingga alur proses yang benar sesuai PMK 141/2015.

KantorKu HRIS
Ditulis oleh
KantorKu HRIS • 21 November 2025
Key Takeaways
Tidak semua penggantian biaya (reimbursement) wajib dipotong PPh 23.
Reimbursement bebas PPh 23 jika ada bukti tagihan dan bukti bayar asli dari pihak ketiga.
Mark-up sekecil apa pun membuat reimbursement dianggap pendapatan dan menjadi objek PPh 23.
Tarif PPh 23 untuk jasa tetap 2% dari jumlah bruto.
Kelalaian mengurus reimbursement bisa memicu sanksi bunga 2% per bulan dan denda SPT Masa.

Kenapa reimbursement PPh 23 sering jadi isu yang membingungkan bagi banyak bisnis? 

Alasannya, tidak semua jenis penggantian biaya wajib dipotong PPh 23, tetapi banyak perusahaan masih salah memahami batasan antara “biaya yang diganti apa adanya” dan “jasa yang dikenai pajak”.

Kebingungan ini bisa berujung pada salah hitung, double tax, atau bahkan sanksi karena pemotongan pajak yang tidak sesuai aturan. 

Padahal, reimbursement memiliki ketentuan khusus yang sudah diatur jelas dalam PMK 141/2015. 

Artikel ini akan membantu Anda memahami kapan reimbursement kena PPh 23, kapan tidak, hingga bagaimana proses yang benar agar perusahaan tetap patuh!

Apa Itu Reimbursement PPh 23 dan Kapan Situasinya Terjadi? 

Reimbursement PPh 23 adalah proses pengembalian pajak yang sebelumnya telah dipotong oleh pihak pemberi jasa atau pihak ketiga, karena sebenarnya biaya yang dipotong tersebut bukan merupakan objek PPh 23. 

Dalam banyak kasus, potongan terjadi karena sistem otomatis atau karena vendor mencantumkan biaya tertentu dalam invoice sehingga dianggap sebagai “penghasilan” dan wajib dipotong PPh 23. 

Padahal, jika biaya tersebut murni penggantian biaya (reimbursement) tanpa unsur keuntungan, seharusnya tidak terkena PPh 23.

Situasi reimbursement PPh 23 biasanya muncul ketika ada biaya yang ditagihkan oleh vendor, tetapi bukti pembeliannya bukan atas nama perusahaan penerima jasa.

Contoh nyata reimbursement PPh 23:

Di Lazada, penjual dapat mengajukan klaim untuk mendapatkan kembali PPh 23 yang telah dipotong atas biaya seperti payment fee, komisi, atau biaya pengiriman, apabila pemotongan tersebut tidak seharusnya terjadi. 

Dalam kasus ini, potongan pajak telah disetor dan dilaporkan oleh Lazada, sehingga penjual perlu mengajukan permohonan pengembalian bukti potong untuk reimbursement pajak.

Banner KantorKu HRIS
Kelola Reimbursement Mudah dengan KantorKu HRIS!

KantorKu HRIS bisa kelola reimbursement digital, karyawan upload dari ponsel pribadi dan approval berjenjang tinggal klik.

Dasar Hukum Reimbursement PPh 23 

Reimbursement PPh 23 sebenarnya sudah diatur dalam PMK 141/PMK.03/2015. Regulasi ini yang membedakan mana pembayaran yang dianggap pendapatan (kena potong PPh 23) dan mana yang sepenuhnya merupakan penggantian biaya sehingga bebas PPh 23. 

Berikut peraturan PPh 23:

1. Reimbursement Bukan Objek PPh 23 

PMK 141 menegaskan bahwa pembayaran reimbursement yang dibayarkan vendor kepada pihak ketiga tidak termasuk jumlah bruto untuk dasar pemotongan PPh 23. 

Artinya, reimbursement tidak dianggap pendapatan selama dilengkapi bukti tagihan dan bukti pembayaran yang sah.

2. Reimbursement Tanpa Bukti Dianggap Pendapatan

Jika vendor tidak dapat menunjukkan bukti pengeluaran ke pihak ketiga, maka sesuai PMK 141 seluruh nilai reimbursement otomatis diakui sebagai pendapatan. Konsekuensinya, perusahaan wajib memotong PPh 23 sebesar 2% dari nilai tersebut.

3. Tarif PPh 23 Tetap 2% dari Jumlah Bruto 

PMK 141 juga mengatur bahwa tarif PPh 23 untuk jasa adalah 2% dari jumlah bruto, yang tidak menghitung PPN di dalamnya. 

Karena reimbursement bukan bagian dari jumlah bruto, maka bagian penggantian biaya seharusnya tidak masuk hitungan pajak.

4. Daftar Jasa yang Menjadi Objek PPh 23

PMK 141 memuat daftar lengkap jenis jasa yang wajib dipotong PPh 23, mulai dari jasa manajemen hingga jasa teknik. 

5. Imbalan Jasa yang Sudah Final Tidak Dikenakan PPh 23

Dalam PMK 141 juga dijelaskan bahwa jasa yang penghasilannya sudah dikenai PPh Final tidak lagi dipotong PPh 23. Ketentuan ini mencegah pemotongan pajak ganda dan memastikan perhitungan pajak lebih akurat.

Baca Juga: 10 Contoh SOP Lembur, Reimbursement, Cuti, dan Lainnya untuk Karyawan 

Dampak Jika Reimbursement PPh 23 Tidak Diurus

Jika reimbursement PPh 23 tidak diurus dengan benar, perusahaan bisa mengalami kerugian yang sebenarnya bisa dihindari. 

Berikut beberapa dampak utamanya:

Reimbursement PPh 23 yang tidak diurus dengan benar bisa menimbulkan konsekuensi pajak maupun finansial bagi perusahaan. Selain berpotensi menambah beban biaya, masalah ini juga dapat memicu sanksi dan risiko koreksi saat pemeriksaan. Berikut dampak yang paling sering terjadi:

1. Perusahaan Menanggung Pajak yang Seharusnya Ditanggung Vendor

Jika perusahaan lupa memotong PPh 23 dan tidak mengurus reimbursement, maka seluruh pajak justru harus dibayar menggunakan dana perusahaan. 

Beban biaya otomatis meningkat karena pajak yang seharusnya “ditarik” dari vendor berubah menjadi biaya internal.

2. Sanksi Bunga 2% per Bulan

Apabila PPh 23 yang terlupakan baru disetor belakangan, perusahaan akan dikenakan sanksi bunga 2% per bulan, dihitung sejak jatuh tempo. Semakin lama keterlambatannya, semakin besar nilai bunga yang timbul.

3. Denda Keterlambatan SPT Masa PPh 23

Jika perusahaan terlambat atau tidak melaporkan SPT Masa PPh 23, DJP akan mengenakan denda administratif sebesar Rp100.000 per masa pajak. Denda ini berlaku meski nominal pajaknya kecil.

4. Biaya Transaksi Berisiko Dianggap Tidak Wajar Saat Pemeriksaan

Tanpa reimbursement yang jelas, DJP dapat menganggap transaksi tidak sesuai ketentuan pemotongan pajak. 

Akibatnya, biaya tersebut bisa ditolak sebagai pengurang, sehingga perhitungan PPh Badan menjadi lebih besar dan menambah beban pajak perusahaan.

4 Syarat Agar Reimbursement Tidak Kena PPh 23 

Agar reimbursement tidak dipotong PPh 23, perusahaan wajib memenuhi beberapa ketentuan dalam PMK 141/2015. 

Aturan ini memastikan bahwa penggantian biaya benar-benar murni. Berikut empat syarat yang harus dipenuhi:

1. Ada Bukti Tagihan dari Pihak Ketiga

Sesuai PMK 141/PMK.03/2015 Pasal 1 ayat (3), reimbursement tidak dipotong PPh 23 jika ada faktur atau dokumen biaya dari pihak ketiga sebagai dasar penggantian.

Tentunya, bukti harus asli, jelas sumbernya, dan tidak boleh memakai invoice internal karena dianggap tidak valid sebagai pengeluaran pihak ketiga.

2. Ada Bukti Pembayaran yang Sah ke Pihak Ketiga

Masih di pasal yang sama, perusahaan juga harus memiliki bukti pembayaran seperti transfer bank, kuitansi, atau receipt yang menunjukkan bahwa biaya tersebut memang dibayarkan.

Tanpa bukti pembayaran, reimbursement dianggap tidak murni, sehingga seluruh nilainya bisa diperlakukan sebagai objek PPh 23.

3. Tidak Boleh Ada Mark-Up 

Reimbursement harus murni penggantian biaya sesuai tagihan pihak ketiga. Jika ada mark-up, komisi, atau tambahan nilai apa pun, selisihnya akan dianggap sebagai imbalan jasa. Konsekuensinya, bagian tersebut tetap dikenakan PPh 23.

4. Biaya Reimbursement Tidak Boleh Menjadi Bagian dari Jasa Utama

Jika reimbursement merupakan komponen yang melekat pada jasa utama, misalnya biaya perjalanan, ongkos, atau material pendukung, maka seluruh nilai tetap dihitung sebagai penghasilan jasa dan otomatis menjadi objek PPh 23.

Reimbursement hanya bebas PPh 23 jika perusahaan bertindak sebagai wakil, bukan penyedia jasa utama.

Baca Juga: 5 Contoh Form Reimbursement, Format Word hingga PDF [+ Gratis Template] 

Simulasi Cara Hitung Reimbursement PPh 23

Menghitung PPh 23 untuk transaksi yang menyertakan reimbursement membutuhkan pemisahan komponen dan pemotong PPh pasal 23. 

Ikuti simulasinya sebagai berikut:

Cara Hitung Reimbursement PPh 23

Berikut langkah-langkahnya:

  • Pisahkan komponen transaksi: Komponen jasa menjadi objek PPh 23, sementara reimbursement tidak termasuk objek PPh 23 selama memenuhi syarat pengecualian. 
  • Reimbursement memenuhi syarat pengecualian: Harus ada faktur dari pihak ketiga, nilai reimbursement sama dengan biaya pihak ketiga tanpa markup, dan reimbursement tidak boleh menjadi bagian dari jasa utama.
  • Tentukan Dasar Pengenaan Pajak (DPP): DPP dihitung dengan mengurangi total tagihan dengan komponen reimbursement yang valid.
  • Hitung PPh 23 dengan tarif yang berlaku: Jika penerima jasa memiliki NPWP, tarifnya 2% × DPP; jika tidak memiliki NPWP, tarifnya 4% × DPP.

Jika bukti reimbursement tidak lengkap, seluruh transaksi dianggap jumlah bruto sehingga PPh 23 dipotong penuh.

Contoh Perhitungan Reimbursement PPh 23 Jasa 

PT A membeli paket jasa dari PT B dengan rincian:

Komponen Nilai
Jasa desain grafis Rp80.000.000
Fee manajemen Rp5.000.000
Reimbursement cetak spanduk (faktur & bukti bayar pihak ketiga) Rp30.000.000
Total tagihan Rp115.000.000

Langkah Hitung:

  • Komponen objek PPh 23:
    • Jasa desain: Rp80.000.000
    • Fee manajemen: Rp5.000.000
    • Total objek: Rp85.000.000
  • Reimbursement Rp30.000.000 dikeluarkan dari DPP karena memenuhi semua syarat.
  • DPP = Rp85.000.000
  • PPh 23 yang dipotong:
    2% × Rp85.000.000 = Rp1.700.000

Jadi yang dibayarkan hanya Rp1,7 juta, bukan 2,3 juta dari total tagihan.

Alur Proses Reimbursement PPh 23 Menurut Aturan Pajak

Untuk memastikan perusahaan mematuhi aturan perpajakan sekaligus tetap efisien, berikut alur proses reimbursement PPh 23 yang bisa dijadikan pedoman:

1. Penerimaan Tagihan dari Vendor 

Langkah pertama dimulai saat perusahaan menerima tagihan dari vendor. Tagihan ini tidak selalu berupa satu jenis biaya saja. 

Biasanya terdiri dari komponen jasa dan komponen reimbursement jika vendor menagihkan biaya pihak ketiga yang sudah mereka keluarkan.

Pastikan tagihan mencantumkan:

  • Nama pihak ketiga yang mengeluarkan biaya
  • Nilai setiap komponen biaya
  • Jenis biaya atau jasa yang diberikan

2. Pemeriksaan Bukti 

Setelah tagihan diterima, perusahaan wajib melakukan verifikasi dokumen reimbursement. Menurut aturan pajak, reimbursement hanya bisa dikecualikan dari dasar pengenaan PPh 23 jika:

  • Ada faktur atau tagihan resmi dari pihak ketiga
  • Terdapat bukti pembayaran yang sah 
  • Nilai reimbursement sama dengan biaya pihak ketiga, tanpa markup
  • Reimbursement bukan bagian dari jasa utama yang dikenakan PPh 23

3. Pemisahan Komponen Transaksi

Langkah selanjutnya adalah memisahkan setiap komponen transaksi agar perhitungan PPh 23 lebih akurat. 

Secara umum:

  • Komponen jasa adalah objek PPh 23
  • Komponen reimbursement yang valid, dikeluarkan dari DPP, tidak dipotong PPh 23
  • Komponen lain (misalnya material pendukung, gaji tenaga alih daya), bisa dikecualikan jika ada bukti yang sah

4. Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan PPh 23

Setelah komponen transaksi dipisahkan, perusahaan bisa menghitung Dasar Pengenaan Pajak (DPP):

DPP = Total tagihan − Komponen reimbursement yang valid

Selanjutnya, hitung PPh 23 sesuai tarif yang berlaku:

  • 2% × DPP > jika vendor memiliki NPWP
  • 4% × DPP > jika vendor tidak memiliki NPWP

Jika reimbursement tidak memenuhi syarat pengecualian, seluruh nilai tagihan akan dianggap DPP, sehingga PPh 23 yang dipotong akan lebih besar. 

5. Pemotongan, Pelaporan, dan Pembayaran Reimbursement

Langkah terakhir adalah pemotongan dan pelaporan PPh 23, sekaligus pembayaran reimbursement.

Perusahaan memotong PPh 23 dari pembayaran kepada vendor sesuai DPP yang telah dihitung.

Kelola Reimbursement PPH 23 dengan Mudah Pakai Aplikasi Reimbursement dari KantorKu HRIS

Kelola reimbursement PPh kini lebih mudah dan praktis dengan aplikasi reimbursement karyawan dari Software HRIS KantorKu. Tidak perlu lagi ribet dengan dokumen manual atau perhitungan pajak yang membingungkan. 

Karyawan cukup upload struk digital, faktur, atau bukti pembayaran, HR bisa memverifikasi dan menyetujui langsung, semua tercatat real-time di sistem.

Bagaimana KantorKu HRIS Bisa Kelola Reimbursement?

  • Proses Klaim Cepat & Anti Ribet: Ajukan klaim reimbursement karyawan langsung lewat aplikasi tanpa print dokumen.
  • Transparansi & Update Real-Time: Karyawan bisa melacak status persetujuan, HR memiliki visibilitas penuh hingga histori approval.
  • Terintegrasi dengan Payroll & Laporan Keuangan: Semua data klaim otomatis masuk sistem payroll, memudahkan audit dan menghindari kesalahan.
  • Keamanan Data Terjamin ISO 27001: Semua informasi karyawan dan perusahaan tersimpan aman.
  • Praktis & Efisien untuk HR: Hemat waktu, tenaga, dan meminimalkan risiko kesalahan pajak, termasuk PPh 23.

Jangan biarkan proses reimbursement PPh 23 memperlambat operasional HR Anda. Dengan KantorKu, semua klaim lebih cepat, transparan, dan mudah diaudit.

Mau lihat bagaimana sistemnya bekerja secara langsung? Segera jadwalkan demo gratis sekarang!

Referensi:

Pajak Penghasilan Pasal 23 | DJPB

Bagikan

Related Articles

Gaji Gross Up: Kelebihan, Rumus, Cara Hitung + Kalkulatornya

Gaji gross up adalah sistem penggajian di mana perusahaan menanggung PPh 21 karyawan. Simak rumus, cara hitung, kelebihan & kekurangannya.
16 November 2025

PPh 21 Adalah: Tarif, Rumus, Cara Menghitung & Kesalahan Umum

PPh 21 adalah pajak yang dikenakan kepada karyawan setiap bulannya. Ketahui rumus, cara hitung, tarif terbaru dan tips menghitung dengan mudah.
16 November 2025
Gaji Gross Adalah

Apa Itu Gaji Gross Salary? Kenali Komponen dan Cara Menghitungnya!

Gaji gross atau gross salary adalah total pendapatan yang diterima oleh karyawan sebelum pemotongan. Ketahui selengkapnya disini.
10 November 2025