Cuti Menikah Berapa Hari? Simak Aturan Undang-Undang untuk Karyawan & PNS

Pelajari ketentuan cuti menikah menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, hak karyawan kontrak, PNS, dan perbedaan dengan cuti tahunan di sini!

KantorKu
Ditulis oleh
KantorKu • 01 Juli 2025

Memahami ketentuan cuti menikah sangatlah penting agar tidak ada kesalahpahaman antara perusahaan dan karyawan.

Sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan berhak mendapatkan cuti khusus untuk pernikahan.

Namun, banyak pertanyaan yang sering muncul, seperti: Berapa hari cuti menikah? Apakah hak ini berlaku untuk karyawan kontrak? Apakah PNS juga berhak cuti menikah? 

Semua pertanyaan ini perlu dijawab dengan jelas agar HR dapat menetapkan kebijakan yang sesuai dengan hukum dan adil untuk semua karyawan.

Artikel KantorKu kali ini membahas aturan cuti menikah menurut undang-undang, hak karyawan kontrak dan PNS, serta prosedur pengajuan cuti menikah yang bisa diterapkan di perusahaan. 

Simak selengkapnya di sini!

Baca Juga: Perusahaan Telat Bayar Gaji? Ini Sanksi dan Besaran Dendanya!

Cuti Menikah Berapa Lama?

Sesuai Pasal 93 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap karyawan yang menikah berhak atas cuti menikah selama 3 hari kerja dengan tetap dibayar penuh. 

Dalam praktiknya, durasi cuti menikah didasarkan pada tiga pembagian waktu:

  • 1 hari untuk persiapan pernikahan
  • 1 hari untuk hari pelaksanaan
  • 1 hari untuk istirahat pasca acara

Kendati demikian, karena banyak pernikahan yang berlangsung pada akhir pekan, biasanya cuti yang didapatkan karyawan dapat berlangsung lebih lama. 

Lebih lanjut lagi, dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa karyawan berhak atas 7 (tujuh) hak cuti:

  • Cuti tahunan
  • Cuti besar
  • Cuti bersama
  • Cuti hamil dan melahirkan 
  • Cuti haid
  • Cuti sakit
  • Cuti alasan penting/cuti khusus

Menyadur dari undang-undang ketenagakerjaan, cuti menikah bagi karyawan termasuk dalam cuti alasan penting/cuti khusus.

Lalu, bagaimana dengan gaji selama cuti menikah? 

Penting untuk dicatat bahwa cuti menikah termasuk dalam cuti berbayar, yang berarti perusahaan tetap wajib membayarkan gaji penuh kepada karyawan selama menjalani cuti menikah. 

Hal ini berbeda dengan unpaid leave atau cuti di luar tanggungan, yang tidak mendapatkan gaji.

Cuti Menikah untuk Karyawan Kontrak

Tidak hanya karyawan tetap (PKWTT), karyawan kontrak (PKWT) juga berhak atas cuti menikah selama 3 hari kerja dengan tetap dibayar penuh. 

Secara garis besar, hak cuti bagi karyawan kontrak sama dengan karyawan tetap. Hal ini termasuk di dalamnya, cuti tahunan, cuti menikah karyawan kontrak dan semua jenis cuti yang diamanahkan oleh undang-undang.

Lebih lanjut lagi, untuk cuti tahunan, karyawan kontrak juga berhak mendapatkan cuti minimal 12 hari selama setahun. Syaratnya adalah karyawan tersebut telah bekerja selama satu tahun terus-menerus di perusahaan yang sama.

Artinya, karyawan yang belum memenuhi minimal masa kerja belum berhak menerima cuti tahunan, baik karyawan kontrak maupun karyawan tetap.

Baca Juga: Apa itu PTKP: Pengertian, Aturan, dan Cara Menghitungnya

Apakah PNS Boleh Cuti Menikah?

Lantas, bagaimana dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS)? Bagi PNS, ketentuan mengenai cuti menikah diatur dalam Peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017. 

Dalam peraturan ini, PNS berhak mendapatkan cuti alasan penting, yang salah satunya adalah untuk melangsungkan pernikahan.

Cuti menikah ini diberikan berdasarkan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dengan durasi yang dapat disesuaikan sesuai kebijakan instansi, tetapi maksimal selama 1 bulan. 

PNS yang ingin mengajukan cuti menikah harus melakukannya melalui sistem kepegawaian instansi masing-masing dan melampirkan dokumen pendukung, seperti surat nikah.

Selain cuti menikah, PNS juga berhak atas cuti alasan penting dalam beberapa kondisi, yaitu:

  • Jika anggota keluarga seperti ibu, bapak, istri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sedang sakit keras atau meninggal dunia.
  • Jika PNS harus mengurus hak-hak anggota keluarga yang meninggal dunia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga: Aturan Cuti Ibadah Haji dan Umrah Karyawan Swasta & PNS

Cuti Menikah dan Cuti Tahunan Apakah Sama? 

Cuti menikah tidaklah sama dengan cuti tahunan. 

Cuti menikah adalah hak karyawan untuk mengambil cuti berbayar ketika melangsungkan pernikahan. Cuti ini diberikan secara khusus dan tidak mengurangi jatah cuti tahunan karyawan.

Sementara itu, cuti tahunan adalah hak karyawan untuk mengambil cuti reguler dalam setahun.

Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan (baik tetap maupun kontrak) yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut berhak mendapatkan 12 hari cuti tahunan. 

Cuti tahunan ini bisa digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, seperti liburan, istirahat, atau urusan keluarga.

Berbeda dengan cuti menikah yang bersifat khusus, cuti tahunan lebih fleksibel dan dapat digunakan untuk berbagai alasan pribadi tanpa batasan tertentu.

Berikut adalah tabel perbedaan antara cuti menikah dan cuti tahunan:

AspekCuti MenikahCuti Tahunan
Durasi Cuti3 hari kerjaMinimal 12 hari kerja setelah bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus
Tujuan CutiUntuk melangsungkan pernikahanUntuk kebutuhan pribadi atau istirahat karyawan
Jenis CutiCuti khusus atau cuti alasan pentingCuti tahunan atau cuti reguler yang diberikan setiap tahun
PembayaranTetap dibayar penuh (gaji utuh)Tetap dibayar penuh (gaji utuh)
Berlaku untukKaryawan tetap dan karyawan kontrakKaryawan tetap (tergantung kebijakan untuk karyawan kontrak)
Proses PengajuanMengajukan cuti dengan melampirkan bukti pernikahan (misalnya surat nikah)Mengajukan cuti dengan memberi tahu atasan atau HR lebih awal
Regulasi yang MengaturUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 93 Ayat 2Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 79 Ayat 1
Pengaruh pada Cuti TahunanTidak mengurangi jatah cuti tahunanMengurangi jatah cuti tahunan sesuai jumlah hari yang diambil

Aturan Cuti Menikah berdasarkan Undang-Undang 

Sebagai HR, penting bagi Anda untuk memahami dasar hukum yang mengatur hak karyawan untuk mendapatkan cuti menikah. 

Berikut adalah beberapa aturan yang mendasari pemberian cuti menikah bagi karyawan:

Pasal 93 Ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan:

“Pekerja yang menikah berhak atas cuti khusus dengan tetap mendapatkan upah.”

Ketentuan ini menegaskan bahwa cuti menikah merupakan jenis cuti khusus berbayar, yang artinya karyawan tetap berhak menerima gaji penuh selama menjalani cuti menikah.

Selanjutnya, dijelaskan pula Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Dalam peraturan ini disebutkan:

“Hak cuti khusus, termasuk cuti menikah, diberikan tanpa pengurangan upah.”

Ketentuan Cuti Menikah Berdasarkan Undang-Undang

Setelah memahami dasar hukum yang mengatur cuti menikah, berikut adalah beberapa ketentuan yang perlu diketahui oleh perusahaan dan HR dalam memberikan cuti menikah:

  1. Durasi cuti menikah. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karyawan berhak mendapatkan 3 hari cuti ketika menikah. 
  2. Cuti menikah tidak memotong cuti tahunan. Artinya, karyawan tetap berhak atas cuti tahunan sesuai ketentuan yang berlaku, meskipun telah mengambil cuti menikah.
  3. Proses pengajuan cuti menikah. Untuk pengajuan cuti menikah, karyawan perlu mengajukan permohonan secara tertulis kepada atasan atau HR dengan menyertakan dokumen pendukung, seperti akad nikah atau undangan pernikahan. Pengajuan cuti menikah ini sebaiknya dilakukan jauh hari sebelumnya agar perusahaan dapat menyesuaikan jadwal operasional dan alur kerja tim.
  4. Gaji selama cuti menikah. Seperti yang diatur dalam undang-undang, cuti menikah adalah cuti berbayar. Artinya, meskipun karyawan tidak bekerja pada hari-hari tersebut, mereka tetap berhak menerima gaji penuh selama cuti menikah.

Sanksi bagi Perusahaan yang Mengabaikan Aturan Cuti Menikah

Undang-Undang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 93 ayat (2) huruf f dan ayat (4), menyatakan bahwa karyawan yang menikah berhak atas cuti selama 3 hari kerja dengan tetap mendapatkan upah. 

Ketentuan ini juga dipertegas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang menyebutkan bahwa cuti khusus, seperti cuti menikah diberikan tanpa pengurangan gaji.

Lalu, bagaimana dengan perusahaan yang mengabaikan hak cuti menikah ini?

Tentu perusahaan bisa dikenakan sanksi karena pengabaian terhadap hak cuti menikah termasuk pelanggaran hukum. 

Jika perusahaan tidak memberikan cuti menikah atau tidak membayar gaji selama cuti tersebut, maka sesuai Pasal 186 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, perusahaan dapat dikenai sanksi pidana.

Sanksinya tidak main-main: pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun, serta/atau denda minimal Rp10.000.000 dan maksimal Rp400.000.000. 

Selain sanksi pidana, perusahaan juga bisa dikenakan sanksi administratif, seperti teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin operasional, tergantung tingkat pelanggaran.

Prosedur Pengajuan Cuti Menikah yang Bisa Diterapkan Perusahaan 

Agar proses pengajuan cuti menikah berjalan lancar dan sesuai aturan, perusahaan sebaiknya menetapkan prosedur yang jelas dan mudah diikuti oleh karyawan. 

Sebagai HR, Anda bisa merancang alur pengajuan cuti menikah yang praktis, tetapi tetap memenuhi kebutuhan administratif dan legal perusahaan.

Berikut ini langkah-langkah prosedur cuti menikah yang bisa Anda terapkan di perusahaan:

1. Pengajuan Surat Permohonan Cuti

Contoh surat pengajuan izin cuti menikah | Sumber: Scribd

Karyawan diminta mengajukan surat permohonan cuti menikah secara tertulis, disertai informasi tanggal pernikahan dan durasi cuti yang diajukan. 

Pengajuan idealnya dilakukan minimal 1 bulan sebelum tanggal pernikahan agar perusahaan memiliki waktu cukup untuk mengatur pengganti atau menyesuaikan beban kerja tim.

2. Lampiran Dokumen Pendukung

HR bisa menetapkan kebijakan agar karyawan melampirkan dokumen pendukung, seperti fotokopi undangan pernikahan, surat keterangan dari KUA/catatan sipil, atau bukti rencana pernikahan lainnya. 

Nantinya, ini berguna sebagai validasi dan dokumentasi internal.

3. Persetujuan dari Atasan Langsung dan HRD

Setelah dokumen diterima, permohonan diserahkan kepada atasan langsung untuk pertimbangan operasional. 

Setelah disetujui oleh atasan, HRD melakukan verifikasi akhir sebelum mengeluarkan surat persetujuan cuti resmi.

4. Pencatatan dalam Sistem Cuti

Cuti yang disetujui perlu dicatat dalam sistem kehadiran atau HRIS perusahaan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penghitungan absensi dan penggajian. 

Jika perusahaan Anda menggunakan Software HRIS KantorKu, pengelolaan cuti menjadi lebih mudah dan otomatis. Sebab, semua kebijakan cuti, mulai dari cuti tahunan hingga cuti khusus, dapat diatur langsung dari dashboard tanpa perlu input manual.

Selain itu, karyawan bisa mengajukan cuti dan memeriksa status persetujuan langsung dari smartphone, kapan saja. Data cuti yang tercatat dengan akurat memudahkan audit dan pelaporan HR serta memastikan kebijakan cuti sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Dengan HRIS KantorKu, pengelolaan cuti jadi lebih transparan, efisien, dan terhubung langsung dengan sistem penggajian perusahaan!

5. Evaluasi Pasca-Cuti (Opsional)

Sebagai bagian dari administrasi dan monitoring, HR dapat meminta karyawan untuk mengisi formulir kehadiran atau melakukan check-in setelah masa cuti selesai. 

Langkah ini membantu memastikan absensi tercatat dengan akurat dan mempermudah proses evaluasi setelah cuti.

Atur Cuti Karyawan dengan Mudah Menggunakan HRIS KantorKu!

Sebagai HR, Anda tentu ingin pengelolaan cuti, termasuk cuti menikah, berjalan tertib, efisien, dan sesuai kebijakan perusahaan. 

Kini, semua itu bisa dilakukan otomatis lewat aplikasi cuti online dari KantorKu.

Dengan sistem yang dirancang khusus untuk manajemen kehadiran dan cuti, Anda bisa:

  • Menyetujui cuti sesuai struktur organisasi (multi-level approval)
  • Menyesuaikan pengajuan cuti dengan peraturan pemerintah
  • Mengelola sisa cuti tahunan atau cuti khusus seperti menikah, melahirkan, dan sakit
  • Memantau cuti semua karyawan melalui kalender cuti yang intuitif
  • Mengintegrasikan data cuti langsung ke sistem payroll, tanpa perlu input manual
  • Memberikan akses mandiri bagi karyawan untuk mengajukan cuti dan cek saldo cuti via smartphone

Tentunya, semua proses jadi lebih transparan, fleksibel, dan hemat waktu, baik bagi tim HR maupun karyawan.Tertarik mencoba? Jadwalkan demo sekarang di KantorKu dan nikmati pengalaman mengelola cuti yang lebih praktis!

Employee Benefit
Bagikan